Rabu, 28 Mei 2008

Duta Pertiwi 'di-KO' Penghuni Mangga Dua Court


Oleh : Rio Bembo Setiawan


25-Apr-2008, 18:38:00 WIB - [www.kabarindonesia.com]


Status tanah Rumah Susun Mangga Dua Court adalah HPL. Tapi pengembang Duta Pertiwi menginformasikan ke pembeli status tanah tersebut adalah HGB. Tertipu!


KabarIndoensia - Bak David versus Goliath. Si David adalah Fifi Tanang, sementara si Goliath adalah PT Duta Pertiwi Tbk. Ending kisahnya juga serupa. David yang diperankan Fifi berhasil merobohkan si Goliath di ujung laga. "Kemenangan yang sungguh luar biasa," ujar Fifi tersenyum.

Fifi Tanang memang pantas tersenyum. Gugatan terhadap PT Duta Pertiwi Tbk yang mengatasnamakan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Mangga Dua Court (PPRS MDC), Senin (14/4) silam, dikabulkan sebagian majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Sebaliknya, dalam bagian lain putusan majelis juga menolak gugatan rekonpensi Duta Pertiwi. Gugatan itu berisi tuduhan pencemaran nama baik karena telah menyeret Duta Pertiwi ke persidangan. Fifi sendiri adalah Ketua PPRS MDC.

Ikhwal ini berawal pada pertengahan 2007 silam. PPRC MDC melalui Fifi dan Tjandra Widjaja selaku sekretaris, melayangkan gugatan karena merasa ditipu pihak Duta Pertiwi yang tak menginformasikan adanya hak pengelolaan lahan (HPL) di atas tanah. Pemberitahuan yang diberikan adalah tanah tersebut berstatus hak guna bangunan (HGB).

Selain menggugat Duta Pertiwi, di kasus ini PPRC MDC juga menggugat Direktur Utama Duta Pertiwi sebagai tergugat II, Notaris Arikanti Natakusumah sebagai tergugat III, BPN dengan tembusan Kantor Pertanahan Jakarta Pusat sebagai tergugat IV, dan Biro Perlengkapan Provinsi DKI Jakarta sebagai tergugat V. Namun, pengadilan hanya memutuskan tergugat I, II, dan III yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum.

Kuasa hukum PPRC MDC, Averous R. Sanit Ave mengaku puas dengan hasil tersebut. "Walau cuma dikabulkan sebagian, tapi memberi kami harapan mendapatkan keadilan," jelasnya.
Keputusan majelis hakim memenangkan gugatan PPRC MDC, kata Averous, merujuk ketentuan jual beli dalam Pasal 1474 KUHPerdata. Pasal itu mengatur tentang kewajiban utama penjual terhadap pembeli, yaitu menyerahkan barang dan menanggungnya.

Penyerahan barang dalam kasus ini adalah pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan dan hak milik si pembeli. Sedangkan penanggungan yang diatur dalam Pasal 1491 menyatakan bahwa penjual harus menjamin dua hal kepada pembeli. Pertama adalah penguasaan barang yang dijual itu secara aman dan tenteram. Sementara yang kedua adalah tak ada cacat yang tersembunyi pada barang itu, atau yang sedemikian rupa sehingga menimbulkan alasan untuk pembatalan pembelian tersebut.

"Duta Pertiwi dan tergugat II serta tergugat III juga dianggap melanggar azas kepatutan dan ketelitian sebagai salah satu unsur perbuatan melawan hukum," terang Averous.

Akibat kekalahan ini, Duta Pertiwi, tergugat II dan tergugat III terkena kewajiban membayar biaya yang harus dikeluarkan penggugat guna memeroleh persetujuan pemegang HPL untuk memperpanjang HGB.

Sebagai catatan, seorang pemegang HGB yang di atasnya ada HPL diwajibkan mengeluarkan biaya ekstra untuk memperpanjang HGB-nya. Besar biaya ekstra itu diatur dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 122 Tahun 2001 yakni sebesar lima persen dari luas tanah dikalikan dengan nilai jual objek pajak (NJOP).





Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Selasa, 27 Mei 2008

PAM Apartemen Teluk Intan Mengherankan


Pengirim: Andrew

Saya ingin menanyakan apakah betul Apartemen Teluk Intan yang berlokasi di Jl Teluk Intan Jakarta Utara 14450 adalah pelanggan air PAM PT PAM Lyonnase Jaya (Palyja) atau Thames PAM Jaya (TPJ). Dari pihak manajemen Apartemen Teluk Intan pernah menunjukkan harga tarif yang harus kami bayar ada gol 1-4b dan golongan khusus.

Tetapi, tidak menunjukkan bukti kalau Apartemen Teluk Intan adalah pelanggan dari Palyja ataupun TPJ. Kami agak sedikit heran mengapa meteran yang digunakan oleh manajemen building tersebut adalah meteran dari China (pihak mereka sendiri yang pasang). Mengapa bukan dari Palyja atau TPJ sendiri.

Beban air yang ditagihkan kepada kami adalah beban kelompok 4b. Tetapi, dalam invoice kami dimasukkan dalam kelompok 4a, yang kami bayar adalah Rp. 12.550 / m3 dan abudemennya Rp. 20.000.

Air yang kami gunakan juga sangat jauh di luar standar air PAM yang kami ketahui karena bila kami memasak nasi atau mencuci baju bewarna putih pasti menjadi kuning. Airnya kalau tidak digunakan dalam satu hari pasti bau seperti air got.

Kami mohon pihak Palyja atau TPJ dapat membantu kami. Terima kasih atas perhatian dan kerja samanya.

Andrew
08161305825



Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Pengelola Apartemen Mediterania Tidak Peduli


Pengirim: Bernadi

Dengan biaya perawatan 3,3 juta rupiah per tahun untuk setiap unit yang terdiri dari 2 kamar tidur sungguh kualitas dari Apartemen Mediterania Tanjung Duren yang sangat buruk. Bayangkan di Tower C sekarang hanya ada 2 unit lift yang beroperasi.

Bagi saya yang tinggal di unit dengan lantai yang cukup tinggi (lt 30) bisa dibayangkan berapa lama saya harus menunggu lift. Dan lebih parahnya lagi tidak ada antisipasi dari pengelola yang dengan seenaknya mengatakan perbaikan memakan waktu sangat lama.

Belum lagi dengan tembok yang retak di mana-mana. Memang tembok untuk bagian luar sekarang sedang diperbaiki. Namun, bagaimana dengan tembok di dalam unit?

Pengelola sama sekali tidak peduli akan keselamatan penghuni. Inikah kualitas dari pengembang Agung Podomoro. Beruntunglah bagi anda yang tidak memiliki properti dari pengembang tersebut.

Bernadi
Mediterania Tanjung Duren Jakarta
i_bernadi_s@yahoo.com
98957306



Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Unek-unek Penghuni Apartemen City Resort


Pengirim: Aliong
detik.com

Saya sebagai penghuni Apartemen City Resort di Palem Tower Marigold ingin menyampaikan sedikit usul (juga bisa dikatakan unek-unek) dengan harapan paling tidak pihak pengembang dapat membaca dan memperhatikan masalah ini.

Saya tinggal sudah hampir setengah tahun. Fasilitas yang dijanjikan sangat menggiurkan dengan 32 fasilitas (http://www.agungsedayu.com/#). Sekarang belum ada semua fasilitas yang disediakan. Saya bisa mengerti karena belum semua unit apartemen yang dihuni sama pemiliknya.

Justru ini yang membuat saya dan saudara-saudara, teman-teman saya berkomentar, "sekarang belum huni semua aja, parkirnya sudah susah, gimana nanti udah huni semua?" Karena ada empat tower apartemen ditambah dengan town house, saya rasa parkir pasti tidak memadai.

Sekarang mau parkir motor saja sudah susah, harus desak-desakan, sempit-sempitan. Kalau kita parkir di dalam (yang beratap dengan harapan tidak kehujanan) tapi besoknya pas kita mau berangkat kerja, motor kita tidak bisa keluar (harus geser sana-sini) karena di belakang sudah berderet motor-motor lainnya. Itu salah satunya yang harus diperhatikan.

Yang kedua ada tong sampah. Daerah apartemen sini sangat susah untuk menemui tong sampah. Baik di lobby, di depan lift, ataupun di setiap lantai. Jadi bagaimana kita membuang sampahnya (yang saya maksud bukan sampah rumah, tapi sampah lainnya kayak kertas, kantong permen, yang tidak mungkin selalu kita bawa dan buangnya pas pulang rumah).

Atau saya buang sembarangan saja. Nanti ada cleaning service yang membersihkan? Di sini saya usulkan pihak yang bertanggung jawab untuk menyediakan tong sampah (karena kita tidak biasa buang sampah sembarangan). Paling tidak disediakan di lobby atau di depan pintu lift setiap lantai.

Yang ketiga ini lucu juga. Soal fasilitas kolam renang yang sekarang ini memang sudah ada. Peraturan yang ditetapkan sangat konyol dan lucu (apakah saudara pernah dengar tinggal di apartemen harus bayar kalau mau berenang?).

Peraturannya pertama-tama setiap orang berenang harus bayar 15.000. Terus diganti lagi. Setiap unit hanya boleh dua orang yang renang. Coba bayangkan saja. Saya tinggal di apartemen yang 60 m2. Kamar saja ada 3, bagaimana mungkin saya hanya berdua, kan lucu sekali. Dengan service charge 7.800/meter setiap bulannya (sudah termasuk mahal kan?) seharusnya kita mendapatkan semua fasilitas yang dijanjikan.

Kolam renang memang sudah jadi standar sebuah apartemen. Sebenarnya masih banyak yang mau saya sampaikan. Tapi, ini dulu saja. Saya di sini bukan mau menuntut apa yang saya mau, tapi tolong sediakan fasilitas yang anda-anda janjikan sebelumnya pada sebuah apartemen yang cantik ini (katanya ... ). Terima kasih.

Aliong
Harco Mas Lt 1 No 27 Jakarta Pusat
muiliong@yahoo.com
93206788



Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Mana Ganti Rugi Apartemen Palazzo


Pengirim: Ijo Wira

foto Ini pengalaman untuk memilih pengembang properti yang besar dan sudah ternama. Keluarga kami membeli satu unit apartemen di Palazzo, Catania CE-1, Lt 19 pada saat awal pengembangannya di tahun 2005.

Dijanjikan akan selesai Desember 2006, kemudian ditunda hingga Maret 2007, kemudian ditunda penyerahan akan diserahkan pada bulan Juli 2007. Berita terakhir, setelah kami menelepon dan menanyakan laporan terakhir, penyerahan ditunda hingga bulan Maret 2008. Beberapa point yang sangat mengecewakan kami:

1.Berita selalu didapat oleh kami bila kami menanyakan dan memfollow up.

2.Pihak Palazzo yang menjanjikan mengenai ganti rugi keterlambatan, tidak bisa memberikan hitungan pasti mengenai berapa besar ganti rugi yang akan diberikan.

3.Pertemuan terakhir, 24 Juni 2007, customer service Palazzo malah menyuruh kami membuat surat resmi untuk bertemu dengan head customer service karena di sana ada prosedur. Dan menjawab semua pertanyaan kami dengan nada tinggi dan berusaha menolak kesalahan bahkan tidak ada permintaan maaf.

Melalui surat ini juga kami menuntut Palazzo untuk memberikan kepastian mengenai termin ganti rugi. Pimpinan Palazzo jangan bersembunyi di balik karyawan-karyawan customer service sebagai kambing hitam omelan para customer.

Ijo Wira
Jl. Pembangunan, Jakarta 10130
Telp : 6339543/085692199443


Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Apartment Mediterania semuanya bermasalah

diambil dari kolom Surat Pembaca MPR

Kepada para Pembaca dan para calon pembeli apartment. Kami adalah salah satu pemilik /penghuni Apartment Mediterania Palace Residence Kemayoran, yang selama ini sudah berusaha membawa semua permasalahan praktek praktek manipulasi, pemerasan dan intimidasi ke beberapa instansi terkait ,termasuk DPRD DKI, Kepolisian, Komas HAM,dll.

Masalah masalah tersebut dimulai dari status tanah apartment di wilayah kemayoran yang tidak di jelaskan dari sejak awal bahwa status tanah nya adalah HGB diatas HPL ,kemudian terjadinya perbedaan luas bangunan tiap unit yang sangat signifikan dan sangat banyak merugikan pemilik. Adanya pungutan biaya parkir yang dilakukan juga seharusnya melanggar UU.No16 tahun 1985 dan PP No.4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun di mana benda bersama tidak boleh dikomersialkan sesuai dengan peta pertelaan yang berzona merah. Pembentukan PPRS yang dilakukan pengembang PT.KAS,Agung Podomoro Group juga melakukan tindakan kekerasan terhadap warga dengan memaksakan anggota PPRS adalah orang orang pengembang dengan memanipulasi data kepemilikan para penghuni/pemilik dengan membuat surat kuasa palsu, dan akhirnya para anggota PPRS adalah bukan penghuni/pemilik ,dan orang yang ke-mana mana menciptakan praktek praktek manipulasi pembentukan PPRS diwilayah partment Mediterania adalah EDI JOKO DARI PENGEMBANG PT.KAS ,AGUNG PODOMORO GROUP.

Sepertinya Pembentukan PPRS ini sudah terorganisir dengan pihak pihak Dinas Perumahan DKI yang membawa proses pengesahan PPRS ke Gubernur DKI Jakarta, jadi jika PPRS terbentuk versi warga maka proses pengesahan nya akan macet tetapi kalau PPRS dibentuk dengan anggota PPRS nya Pengembang maka proses pengesahan ke Gubernur DKI Jakarta akan cepat . Semua praktek praktek tersebut sudah kami buktikan dengan pihak KOMISI A-DPRD DKI Jakarta bahkan rekomendasi pengesahan Ketua DPRD DKI Jakarta untuk pengesahan PPRS versi warga ditolak oleh Dinas Perumahan, dan mengesahkan PPRS Versi Pengembang yang semua anggota nya tidak mempunyai kepemilikan dan tidak tinggal di apartment Mediterania Palace Residences Kemayoran mendapatkan pengesahan, dan PPRS ini kepanjangan tangan pengembang untuk memeras uang para penghuni/pemilik dengan melakukan initimidasi atau melakukan pemutusan listrik dan air semaunya jika tidak mau membayar uang iuran yang ditetapkan PPRS tanpa mendapat persetujuan dari para penghuni/pemilik seperti yang diatur didalam UU.No.16 thn 1985 dan PP No.4 Thn 1988 tentang rumah susun. Semua praktek praktek manipulasi, pemerasan , initimidasi yang menghasilkan uang milyaran rupiah setiap bulan untuk setiap satu lokasi apartment seharusnya dapat diberantas jika para Penguasa Negeri ini berpihak kepada Rakyat.

Mohon bapak Ketua MPR Ri menaruh perhatian nya dan dapat memanggil kami para penghuni/pemilik apartment yang ter-aniaya dan jumlahnya hampir semua penghuni/pemilik apartment seluruh DKI jakarta ini.dan kami mempunya bukti bukti atas segala bentuk pemerasan, manipulasi, intimidasi tersebut. Terimaksih, semoga Indonesia segera mempunyai para pemimpin Bangsa yang perpihak kepada kepentingan Rakyat dan memberantas segala bentuk Pemerasan , manipulasi, intimidasi ,korupsi, tanpa pandang bulu.

Joana Apartment Mediterania Palace Residences Kemayoran.



Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Praktek Manipulasi yang Terorganisir

Kepada para Penghuni/pemilik Apartment Mediterania palace Residences Kemayoran. Mana sekarang nyali anggota PPRS yang katanya wakil penghuni/pemilik untuk membela kepentingan para penghuni/pemilik?

Anggota PPRS yang sekarang terbentuk adalah TIDAK SAH PROSES PEMEBENTUKANNYA dan TIDAK SAH sebagai anggota Pengurus karena:

1. Ketua PPRS , Sdr Soewarno telah menjual unit nya dan tidak tinggal di Apartment Mediterania Palace Residences Kemayoran oleh karena itu sangat diragukan untuk membela kepentingan penghuni/pemilik karena yang bersangkuta bukan lagi sebagai penghuni/pemilik, bagaimana mungkin membela kepentingan penghuni/pemilik karena yang bersangkutan tidak merasakan susahnya di peras Pengembang DENGAN MEMBAYAR LISTIR /AIR YANG MAHAL DAN BERMACAM IURAN YANG MENCEKIK LEHER, yang ada sekarang adalah yang bersangkutan hanya memikirkan bagaimana melanggengkan bussinesnya dan meng halalkan segala cara dengan menggunakan fasilitas apartment Mediterania Palace Residences Kemayoran.

2. Bendahara dan sekretaris PPRS ,Sdr Edi Joko, dan Sdr.Heri juga orang pengembang atau pegawai PT Kas, Agung Podomoro Group yang juga tidak mungkin membela kepentingan para penghuni/pemilik. Dan hati hati dengan orang yang bernama EDI JOKO dari Agung Podomoro Group, dia lah Otak pembentukan PPRS yang akan dikuasai kenaggotaan PPRS tsb oleh para pegawai pengembang.

3. Jadi jelas sudah PPRS yang terbentuk sekarang adalah para antek antek pengembang yang bertujuan untuk menguras uang para penghuni/pemilik apartment Mediterani Palace Residences Kemayoran Kemayoran.

BERHATI HATILAH UNTUK MEMBELI APARTMENT KARENA PARA PENGEMBANG DENGAN JALAN PEMBENTUKAN PPRS DGN ANGGOTA PARA PEGAWAI PENGEMBANG DAN AKAN MEMERAS UANG ANDA SAMAPAI ANDA MASUK LIANG KUBUR

PEMDA DKI YANG SUDAH MENGETAHUI ADANYA PRAKTEK PRAKTEK PERSEKONGKOLAN ANTARA PENGEMBANG DAN DINAS PERUMAHAN DKI JAKARTA KENAPA TIDAK MENGAMBIL TINDAKAN DAN SEPERTINYA SENGAJA MELANGGENGKAN PRAKTEK PRAKTEK PEMERASAN TERSEBUT.

Prawira
Apartment Mediterania Palace Residences Kemayoran




Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Senin, 26 Mei 2008

Beli Apartemen Serpong Town Square Seperti Kontrak Rumah


Pengirim: Lucky

foto Tips membeli properti adalah pertama, jangan pernah hanya melihat gambar bangunan yang belum jadi. Dan kedua, tanyakan kepada marketing-nya isi Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB). Buktinya kami menjadi korban tindakan yang sangat merugikan dari Serpong Town Square - Gapura Prima Group.

Kurangnya informasi atas prosedur pembelian unit apartemen dan unit toko menyebabkan banyak pembeli terjebak saat penandatanganan PPJB tanpa memperhatikan dan memeriksa isi dari PPJB yang di kemudian hari menjadi senjata bagi pengembang yang merugikan pembeli.

Dengan semakin seringnya kasus pada pembangunan apartemen komplain pembeli atas perjanjian jual beli yang tidak 'seimbang' muncul ke permukaan. Maka sudah saatnya pemerintah melakukan pembenahan. Kita tentunya tidak mau investasi properti di Indonesia tercoreng oleh pengembang yang tidak bertanggung jawab. Salah satunya Gapura Prima Group.

Kami membeli unit apartemen dan unit Food Court di Serpong Town Square pada bulan Juni 2005. Sebuah kesalahan besar karena PPJB baru diserahkan dan dibaca setelah kami membayar lunas dan tunai bertahap kedua unit tersebut. Andai saat itu kami membaca isi PPJB di awal sudah pasti kami membatalkan membeli.

Isi PPJB sangat tidak berimbang yang menunjukkan betapa mereka memperlakukan pembeli secara semena-mena. Penyelesaian bangunan meleset jauh dari dari batas waktu yang ditetapkan.

Serah terima kunci yang dijanjikan pada unit apartemen Juni 2006 menjadi Desember 2007 dengan masih ada kekurangan di sana-sini. Belum lagi biaya-biaya yang dikenakan untuk service charge, sinking fund, stamp duty untuk 1 bulannya dikenakan biaya Rp 721.200.

Dengan luas apartemen hanya 7.98 m2 dan fasilitas kolam renang untuk apartemen sangat sempit sehingga tidak memenuhi standar dengan jumlah unit apartemen yang dibangun. Service charge sangat mahal untuk dibebankan kepada penghuni. Pengelola pasti untung besar dari biaya tersebut.

Anehnya lagi uang keterlambatan serah terima unit apartemen yang dijanjikan akan dibayarkan pada waktu serah terima unit akan dipotong untuk biaya service charge selama 1 tahun ke depan periode Maret 2008 sampai Maret 2009. Itu pun juga belum diberikan sampai sekarang. Masak musti membayar 1 tahun di muka seperti orang kontrak rumah saja.

Kami mengimbau kepada Serpong Town Square daripada setiap bulan mengirimkan rekening tagihan kepada pemilik segeralah mengundang semua pemilik untuk duduk bersama-sama dengan Management atau Pengelola membentuk Perhimpunan Pemilik/ Penghuni yang hingga detik ini belum dibentuk. Membahas permasalahan mengapa Serpong Town Square yang mempunyai lokasi sangat bagus bisa sepi. Dan agar julukan apartemen hantu tidak lagi ditujukan kepada Serpong Town Square.

Belajarlah dari properti tetangga Lippo Karawaci yang sukses. Building Management jangan hanya berdiam saja dan hanya bisa memungut service charge setiap bulannya. Jadilah team pengelola yang bisa bekerja sama dan jelas contact person yang bisa diajak berkomunikasi dan bertanggung jawab saat pemilik ingin menanyakan berbagai hal mengenai perkembangan Serpong Town Square yang telah dibeli dengan harga ratusan juta rupiah.

Ingat Pengelola punya kewajiban untuk meramaikan Serpong Town Square sebelum memungut biaya ini-itu dari Pemilik. Dari kejadian ini semoga menjadi pelajaran bagi kita agar berhati-hati. Beruntunglah bagi anda yang tidak memiliki properti dari Gapura Prima Group (PT. Dinamika Karya Utama yang telah berganti nama menjadi PT. Mitra Kelola Mandiri).

Lucky
Lippo Karawaci Tangerang
setiaw@yahoo.com
08121072278



Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Minggu, 25 Mei 2008

Jawaban Atas Pertanyaan Seputar Apartemen

Kepada Yth.

Bpk xxxxxxxx

Apartemen Sudirman Park

Atas pertanyaan-pertanyaan yang bapak kirimkan melalui email mengenai Apartemen Sudirman Park, berikut ini saya sampaikan jawaban atas pertanyaan tersebut :

Pertanyaan nomor 1 :

1. Seperti yang kita ketahui status tanah adalah milik PT. SGMS dengan sertifikat HGB, apakah tanah bersama yang berada di dalam kompleks apartemen Sudirman Park akan dilimpahkan ke PPRS yang sudah terbentuk dalam badan hukum? Atau masih tetap dalam bagian dari HGB yang saat ini dimiliki oleh PT SGMS?

Jawab :

Sebelumnya saya jelaskan dulu apa yang dimaksud dengan Hak Guna Bangunan (HGB) berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Yang dapat mempunyai hak guna bangunan adalah : a. Warga negara Indonesia; b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Orang atau badan hukum yang mempunyai syarat-syarat tersebut dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh syarat-syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Hak guna bangunan terjadi :

  1. mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara : karena penetapan Pemerintah;
  2. mengenai berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak lain yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.

Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan. Pendaftaran dimaksud merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir. Hak guna bangunan hapus karena :

  1. jangka waktunya berakhir;
  2. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
  3. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
  4. dicabut untuk kepentingan umum;
  5. ditelantarkan;
  6. tanahnya musnah;
  7. orang atau badan hukum yang dalam jangka waktu 1 tahun harus melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Maka apabila HGB yang bersangkutan tidak dilepaskan, hak tersebut hapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain akan diindahkan.

Perlu diketahui, bahwa HGB yang telah diperpanjang dan berakhir jangka waktunya, HGB tersebut dapat diperbaharui. Jadi bukan berarti HGB hanya dapat diperoleh maksimal selama 50 tahun. Tetapi apabila tidak diperbaharui maka tanah tersebut kembali menjadi tanah negara.

Selanjutnya mari kita lihat mengenai siapakah pihak-pihak yang berhak atas HGB tersebut.

Bahwa sejak didirikannya PPRS yang sah, maka berdasarkan Undang-Undang PPRS tersebut menjadi Subjek hukum /Badan Hukum. (Vide Pasal 19 ayat (2) UU 16/1985 jo. Pasal 54 ayat (3) PP 4/1988)

Tentang kepemilikan, baik status kepemilikan atas tanah maupun hak milik atas satuan rumah susun, Pasal 19 ayat (3) UU No. 16/1965 tentang Rumah Susun menyebutkan :

“Perhimpunan penghuni sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berkewajiban untuk mengurus kepentingan bersama para pemilik dan penghuni yang bersangkutan dengan pemilikan dan penghuniannya.”

Jo. Pasal 54 ayat (1) PP No. 4/1988 menyebutkan, bahwa :

“Para penghuni dalam suatu lingkungan rumah susun baik untuk hunian maupun bukan hunian wajib membentuk perhimpunan penghuni untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian, dan pengelolaannya.”

Pendapat Hukum :

Berdasarkan UU Pokok Agraria dihubungkan dengan UU maupun PP tentang Rumah Susun, maka secara sah bahwa sejak terbentuknya PPRS, status HGB yang sebelumnya atas nama pengembang/developer berpindah haknya menjadi HGB milik PPRS. Oleh karena itu PPRS dapat mem-balik nama sertifikat HGB tersebut melalui instansi yang berwenang (BPN). Akan tetapi apabila PPRS tidak mau susah dalam pengalihan hak tersebut (karena membutuhkan biaya juga) bisa saja penyerahan hak tersebut hanya berdasarkan surat pengalihan hak di bawah tangan saja yang kemudian di akta notarilkan. Kemudian barulah apabila jangka waktu berlakunya HGB habis, yang melanjutkan HGB tersebut jelas atas nama PPRS.

Pertanyaan no. 2:

2. Bagaimana dengan status tanah bersama setelah melewati periode waktu selama 30 tahun? Siapa yang akan perpanjang HGB-nya ? PPRS kah? Pengembang kah?

Jawab :

Jelas yang memperpanjang dan yang berhak atas status HGB selanjutnya adalah PPRS. Tentunya mengenai syarat-syarat administratif pengurusannya memerlukan surat-surat dari Pengembang juga sebagai bukti-bukti.

Pertanyaan no. 3 :

3. Berikut adalah list UU, PP dan Kepmen yang kami kumpulkan, apakah masih ada peraturan lain yang belum kami ketahui?

  1. UU No.16 Tahun 1985
  2. PP No.4 Tahun 1988
  3. PP No.3 Tahun 1992 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Rumah Susun oleh Menteri Dalam Negeri
  4. Keputusan Mentri Perumahan Rakyat No.11/KPTS/1994 tanggal 17-11-1995
  5. Keputusan Mentri Perumahan Rakyat 06/KPTS/BKP4N/1995 Tentang Pedoman Pembuatan Akte Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni Rumah Susun

Jawab :

Peraturan yang berhubungan dengan rumah susun, selain berkaitan dengan aturan-aturan yang tersebar mengenai pertanahan, bangunan juga terkait dengan pemukiman. Aturan nya tentunya berdasarkan hierarki perundang-undangan dari yang paling tinggi yakni UUD, Tap MPR, UU sampai keperaturan-peraturan yang paling bawah sebagai aturan pelaksanaannya. Antara lain :

- Undang-Undang No. 6 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

- UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;

- PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

- Permendagri No. 14 Tahun 1975 tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah Kepunyaan Bersama dan Pemilikan Bagian-Bagian Bangunan yang ada di atasnya serta Penerbitan sertifikatnya;

- Permendagri No. 4 Tahun 1977 tentang Penyelenggaraan Tata Usaha Pendaftaran Tanah mengenai Hak Atas Tanah yang dipunyai bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada di atasnya,

- Permendagri No. 10 Tahun 1983 tentang Tata Cara Permohonan dan Pemberian Izin Penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah Kepunyaan Bersama yang Disertai dengan Pemilikan Secara Terpisah Bagian-Bagian pada Bangunan Bertingkat;

- Permendagri No. 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk Keperluan Perusahaan;

- Permendagri No. 3 Tahun 1987 tentang tatacara penyediaan dan perolehan tanah untuk pembangunan pada umumnya;

- Peraturan Kepala BPN No. 2 Tahun 1989 tentang bentuk serta tata cara pengisian serta pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun;

- Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1989 tentang tata cara pembuatan buku tanah dan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun;

- Instruksi Presiden No. 5 Tahun 1990 tentang Peremajaan Pemukiman Kumuh yang berada di atas Tanah Negara;

- Surat Edaran No. 04/SE/M/1/1993 tanggal 7 Januari 1993 kepada para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Daerah Tingkat II untuk melaksanakan Pedoman Umum Penanganan terpadu Perumahan dan Pemukiman Kumuh;

- Dll.

Untuk selanjutnya akan saya kumpulkan /listnya lebih banyak lagi dari aturan yang paling tinggi sampai terendah yang berkaitan dengan pelaksanaan-pelaksanaan mengenai rumah susun, sesuai dengan kebutuhan kasusnya.

Pertanyaan nomor 4 :

4. Sesuai dengan Pasal 9 ayat 2 di UU No 16 tahun 1985, SHMASRS terdiri dari 3 komponen:

a. Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur atas Hak Tanah Bersama menurut ketentuan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960;

b. Gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan, yang menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki;

c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian-bersama, benda bersama dan tanah-bersama yang bersangkutan

Kenapa pengembang tidak memberikan ke konsumen komponen yang nomor 3? Bagaimana caranya mereka memanipulasi komponen nomor 3 ini sampai bisa-bisanya mereka tidak memberikan komponen nomor 3 ke konsumen. Apakah Mas Virza punya contoh berkas mengenai komponen nomor 3 ini?

Jawab :

Pertelaan yang merupakan suatu penunjukan batas masing-masing satuan rumah susun (unit/lot), bagian bersama, benda bersama, tanah bersama beserta nilai perbandingan proporsionalnya dalam bentuk gambar dan uraian. Pertelaan selalu disusun /dibuat oleh developer dan harus disahkan oleh instansi yang berwenang dalam hal ini adalah pemerintah daerah tempat bangunan berada. Untuk sampai pada tahap pengesahan harus dilalui suatu proses. Secara umum proses pengesahan pertelaan biasanya berlangsung sebagai berikut :

1. Developer mengajukan permohonan secara tertulis melalui kepala kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) kepada Gubernur Kepala Daerah.

2. Berkas permohonan itu biasanya dilampiri dengan :

a. pertelaan rumah susun yang bersangkutan;

b. izin mendirikan bangunan (IMB);

c. salinan sertifikat tanah bersama.

3. setelah menerima berkas permohonan, kepala kantor wilayah BPN akan mengundang instansi yang terkait untuk membahas permohonan ini. Instansi terkait yang dimaksud dalam hal ini : Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Perumahan, Biro Hukum Pemerintah Daerah, Asisten Bidang Pemerintahan. Berdasarkan penelitian instansi terkait itu disusunlah Surat Keputusan Pengesahan Pertelaan yang akan diajukan kepada Wakil Gubernur bidang Pemerintahan untuk mendapatkan pengesahan dengan menandatangani surat keputusan dimaksud.

Selanjutnya Developer wajib mengajukan akta pemisahan sebagaimana tata caranya diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989.

Pendapat Hukum :

Menurut Pendapat saya sepanjang tidak diperjanjikan antara Penghuni/konsumen dengan pihak developer bahwa pertelaan dan akta pemisahan tersebut harus diberikan kepada konsumen/penghuni sebelum keluarnya SHMARS, hal tersebut adalah sah-sah saja. Karena proses tersebut merupakan kewajiban Developer dan pengesahannya oleh instansi yang berwenang. Hingga pada akhirnya komponen tersebut akan terlihat secara jelas di dalam SHMARS. Berani sekali bila Developer bersama Instansi yang berwenang sampai memanipulasi pertelaan dan akta pemisahan? Apabila ada manipulasi, tanggungjawab penuhnya berada pada instansi yang berwenang dan merupakan tindak pidana. Berikut proses akta pemisahan :

  1. Permohonan pengesahan diajukan secara tertulis oleh developer dengan melampirkan berkas :

a. akta pemisahan;

b. pertelaan yang sudah mendapat pengesahan gubernur.

  1. Kepala Kantor wilayah BPN atas dasar permohonan itu melakukan penelitian ada tidaknya penyimpangan secara prinsip hal-hal yang ada dalam pertelaan;
  2. sekiranya tidak diketemukan adanya penyimpangan pada pertelaan, maka pengesahan akan dilakukan oleh wakil gubernur di bidang pemerintahan dengan menandatangani langsung pada akta pemisahan, pada kolom yang tersedia.

Apabila diperlukan, saya dapat memberikan contoh pertelaan dan akta pemisahaan salah satu rumah susun di jakarta.

Pertanyaan nomor 5 :

5. Apakah ada buku referensi yang dapat kami baca mengenai rumah susun?

Jawab :

Salah satunya buku :”CONDOMINIUM DAN PERMASALAHANNYA, oleh Arie S. Hutagalung

Pertanyaan Nomor 6 :

6. Bagaimana persyaratan untuk mengikuti rapat PPRS, apakah pemilik unit yang belum menerima sertifikat dapat mengikuti rapat tersebut? Adakah dasar hukumya?

Jawab :

Pendapat Hukum :

Berkaitan dengan musyawarah/rapat dan kebebasan berserikat dan berkumpul, bahwa setiap warga negara berhak untuk mengadakan rapat maupun berorganisasi, hal tersebut dijamin oleh undang-undang dasar. Berkaitan dengan rapat, hal tersebut dapat dipersamakan dengan perikatan apabila timbul kesepakatan di dalam rapat tersebut. Setiap perjanjian atau pernyataan yang lahir, mengikat terhadap orang-orang yang terikat dalam perikatan tersebut dan dipersamakan menjadi undang-undang (Pasal 1338 KUHPerdata), selain itu sebagaimana asas “pacta sun servanda”/perjanjian harus ditepati” yang berlaku universal yang secara implisit diatur di dalam KUH Perdata.

Sekalipun SHMASRS belum terbit, bukan berarti rapat-rapat yang diselenggarakan para penghuni tersebut tidak sah. Dasarnya adalah sejak beralihnya “jual beli” maka para penghuni secara sah memiliki atas satuan/unit rumah susun yang dibelinya dari developer, ditambah lagi berdasarkan asas konsensuil sejak adanya kata sepakat maka jual beli telah terjadi. Maka para pembeli tersebut telah sah ber”label” sebagai pemilik/penghuni rumah susun dan berhak mengadakan rapat-rapat untuk mendirikan PPRS.

Akan tetapi ada pendapat berbeda, yang menyatakan bahwa hak milik atas satuan rumah susun lahir atau terjadi sejak didaftarakannya Akta Pemisahan pada kantor Pertanahan setempat dan dibuatkan Buku Tanah untuk tiap Satuan Rumah Susun yang bersangkutan (vide Pasal 39 ayat 5 PP No.4/1988). Dengan belum dilakukannya pengesahan pertelaan serta disahkannya Akta pemisahan oleh Gubernur DKI Jakarta, maka atas unit-unit rumah susun belum dapat penentuan secara final nilai perbandingan proporsional (NPP)-nya. NPP adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara Satuan Rumah susun terhadap hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, dihitung berdasarkan luas atau nilai satuan Rumah susun terhadap jumlah luas bangunan atau nilai rumah susun. NPP atas satuan rumah susun mempunyai keterkaitan erat dengan hak suara dari para penghuni rumah susun. Hak suara penghuni rumah susun secara umum terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Hak Suara Penghunian, hak suara untuk menentukan hal-hal yang menyangkut tata tertib, pemakaian fasilitas, dan kewajiban pembayaran iuran atas pengelolaan dan asuransi kebakaran terhadap hak bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Hak suara dihitung berdasarkan ketentuan setiap pemilik satuan rumah susun diwakili oleh satu suara.

b. Hak Suara Pengelolaan, hak suara untuk menentukan hal-hal yang menyangkut pemeliharaan, perbaikan, dan pembangunan prasarana lingkungan, serta fasilitas sosial, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Hak suara dihitung berdasarkan NPP dari setiap satuan rumah susun.

c. Hak Suara Pemilikan, hak suara untuk menentukan hal-hal yang menyangkut hubungan antar sesama penghuni satuan rumah susun, pemilihan pengurus perhimpunan penghuni, dan biaya-biaya atas satuan rumah susun. Hak suara dihitung berdasarkan NPP dai setiap Satuan Rumah Susun.

(Vide bagian VII butir 2 Lampiran I Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 06/KPTS/BKP4N/1995 tanggal 26 Juni 1995 jo. Pasal 55 ayat 2 dan ayat 3 PP no. 4/1988).

Dengan demikian dimpulkan bahwa untuk keperluan pembentukan PPRS dan Pemilihan Pengurus PPRS, sesuai dengan ketentuan di atas harus dilakukan dengan Hak Suara Pemilikan dari para Penghuni, yaitu dihitung berdasarkan NPP dari setiap Satuan Rumah Susun yang bersangkutan.

Saran saya apabila ingin membentuk PPRS sebaiknya menunggu telah didaftarkannya Akta Pemisahan pada kantor Pertanahan setempat dan dibuatkan Buku Tanah untuk tiap Satuan Rumah Susun yang bersangkutan (vide Pasal 39 ayat 5 PP No.4/1988). Akan tetapi untuk pengakuan secara de facto, dari sekarang PPRS harus sudah dibentuk. Karena dikhawatirkan tindakan developer yang sewenang-wenang menunda-nunda proses SHMASRS. Secara individu, setiap penghuni berhak untuk mendesak dikeluarkannya SHMASRS, karena penghuni dilindungi oleh UU konsumen dan lihat aturan-aturan dalam PPJB apakah ada pelanggaran dari pihak developer terutama mengenai wanprestasi dikeluarkannya SHMASRS.

Sampai saat ini, karena keterbatasan waktu saya baru bisa memberikan jawaban-jawaban hukum sebagaimana di atas. Untuk selanjutnya apabila ada penambahan-penambahan baru, akan saya sampaikan kembali. Terima kasih.

Hormat saya,

VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H.





Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Jumat, 23 Mei 2008

INFO PENTING UNTUK KITA SEMUA !!!

Ternyata komunikasi via flyer efektif juga ya, makasih untuk support dari teman-teman. Kali ini kita mau share mengenai hal2 yang cukup penting untuk diperhatikan terutama bagi teman-teman yang akan mengambil sertifikat unit apartemennya.

PASTIKAN berkas-berkas dibawah ini DITERIMA saat teman-teman mengambil sertifikat:

a. Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

Berisi:

(i) Denah satuan unit apartemen & denah lantai keseluruhan,

(ii) Surat ukur luas tanah & denah seluruh kompleks apartemen termasuk rukonya, dan

(iii) PERTELAAN mengenai besarnya bagian hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama yang bersangkutan.

b. Akta Jual Beli

Tertera klausul “Jual beli ini meliputi pula benda bersama, bagian bersama, tanah bersama dengan nilai perbandingan proporsional x,xxx%”.

c. Bukti Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah & Bangunan

Wujudnya seperti lembar isian pajak, dan biasanya dilekatkan/dijadikan satu dengan Akta Jual Beli.

d. Copy/salinan IMB

Ada stempel asli PT xxxxxxxxx (developer)

e. Copy/salinan Polis Asuransi Kebakaran

Dikeluarkan oleh xxx, ada stempel asli PT xxxxxxx (developer).

JANGAN LUPA juga untuk meminta copy/diperlihatkan Surat Izin Layak Huni yang dikeluarkan oleh Pemda setempat.

JANGAN RAGU !!!

Poin-poin di atas merupakan HAK PENGHUNI yang dilindungi dan diatur dalam Pasal 9 UU No. 16/1985 Tentang Rumah Susun.

Join to : sudirman_park_online-subscribe@yahoogroups.com

Call to : 0813-5147-xxx (Arief) or 087-8800-xxx (Annisa)

Note:
Tulisan di atas merupakan flyer ke-2 yang akan disebarkan ke unit-unit di sekitar SP. Bagi Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu penghuni SP yang bersedia untuk membantu mendistribusikan flyer-flyer tersebut kami akan sangat berterima kasih sekali mengingat kurangnya tenaga dan waktu yang ada. Setidaknya Bapak2/ Ibu2 bisa membantu menyebarkan flyer2 tersebut di lantai yang ditinggali. Bagi yang bersedia bisa menghubungi contact person di atas.

Terima kasih banyak sebelumnya.

Diamankan Ketat, Paguyuban Lagoon Kemayoran Terbentuk

22/09/2007 18:51 WIB
Ari Saputra - detikcom

Jakarta - Di negeri ini, setiap individu berhak berkumpul dan berserikat. Namun, pasal itu sepertinya tidak berlaku bagi penghuni Apartemen Lagoon Kemayoran, Jakarta Pusat. Sejak Juli 2007, penghuni apartemen mewah itu hendak membentuk Perkumpulan Penghuni Rumah Susun(PPRS). Tujuanya simpel, untuk memudahkan komunikasi dengan pihak pengembang, Badan Pengelola Mediterenia Lagoon.

Namun, pihak pengembang keberatan dengan alasan pembentukan PPRS adalah tanggungjawab pengembang. Dalam surat pemberitahuan yang ditandatangani Manajer Apartemen Hendra Rahardja, warga pemilik apartemen dilarang membentuk perkumpulan apa pun.

"Ini yang kami sesalkan. Padahal itu rumah kami. (Perkumpulan) ini bagus untuk komunikasi warga dengan pengembang," kata Sinta Nirmalawaty, salah satu penghuni apartemen kepada detikcom, di Spring Hills House,
Kemayoran, Jakarta, Jumat (22/9/2007).

Akan tetapi, dengan bawah tekanan dan pengamanan ketat, penghuni apartemen Lagoon akhirnya toh dapat mendeklarasikan PPRS Mediterrania Lagoon Kemayoran (PPRS MLR). Sedikitnya 30 petugas pengamanan berbadan tegap,
berambut cepak berseragam batik gelap terlihat mengamankan deklarasi ini.

Spanduk ucapan selamat datang terpampang di pintu gerbang, sementara spanduk ukuran sedang dibentangkan di pintu masuk. "Kami ingin perhimpunan penghuni dari, oleh, untuk penghuni," tulis salah satu spanduk itu.

Sementara di kompleks apartemen Lagoon, pemandangan serupa dijumpai pula. Bahkan wartawan yang hendak meninjau kondisi apartemen pun dihalang-halangi.

Dalam deklarasi itu, hampir seluruh penghuni apartemen terlihat hadir. Pada kesempatan itu, Ketua Badan Ad Hoc MLR Dennes Lumbanturoan menyatakan rasa senang sekaligus rasa haru. "Semoga kejadian ini dapat menjadi pelajaran bagi konsumen yakni pembeli apartemen," kata Dennes.

Kejadian dimaksud yakni tidak adanya PPRS, pengelolaan apartemen menjadi tertutup. Dennes mencontohkan, pihak pengembang seenaknya menaikkan biaya perawatan hingga 33,3 persen. Dari permeter persegi seharga Rp 7.500 naik menjadi Rp 10.000. Pengeluaran itu ditambah dengan biaya listrik dan air yang mencapai Rp 1 juta/unit.

"Itu belum persoalan mengenai sertifikat HGB yang sampai sejauh ini tidak jelas. Pengembang harus lebih terbuka dan transparan dalam mengelola apartemen," pinta Dennes. ( Ari / asy )





Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Rabu, 14 Mei 2008

KKN DI PEMILIHAN PPRS MGR1-TANJUNG DUREN

Kejadian yang sama terulang lagi seperti Apartemen Mediterania Palace Kemayoran�

Kami ingin meminta tolong kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta agar dapat menyelidiki kejadian yang baru saja terjadi kemarin malam tanggal 18 Mei 2007 di sebuah acara Rapat PPRS - Pertemuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Apartemen Mediterania Garden Residences I Tanjung Duren - Jakarta.

Rapat tersebut diadakan di Hotel Ciputra Lt. VI � Dian Ballroom Tanggal 18 Mei 2007 Pukul 16:00 s/d 22:00 WIB - Jakarta, dalam Rapat tersebut dimaksud untuk membentuk suatu perhimpunan yang akan menentukan anggaran dasar belanja Apartemen Mediterania Garden Residences I Tanjung Duren � Jakarta. Namun Rapat tersebut sudah di control, disetir, bahkan dikuasai oleh suatu kelompok orang dari Developer.

Kejanggalan yang terjadi adalah :

  1. Peserta rapat tersebut banyak dihadiri oleh orang yang hanya merupakan suruhan atau bayaran untuk mengambil suara dalam Pemilihan PPRS. Orang � orang tersebut memakai name tag yang mewakili paling tidak 10 Unit Apartemen, otomatis suara mereka mempunyai persentase yang lebih besar dari pada orang yang merupakan Pemilik / Penghuni yang hanya memiliki 0.03 % untuk setiap unit apartemen, dan orang � orang yang memakai name tag dengan jumlah unit yang banyak tersebut buanyak sekali ( hampir setengah dari yang hadir saat itu)

  1. Sewaktu saya hadir, saya harus dicek semua dikumen yang sesuai persyaratan yang ada antara lain : KTP, AJP, SHM. Saat saya mengisi daftar hadir, ternyata nama saya sudah dicoret dan ditandatangani oleh orang yang saya tidak kenal.

  1. Sebelum rapat ini diadakan, Pengelola Sementara Apartemen tersebut sudah membagikan surat kuasa pemilihan PPRS, namun surat kuasa tersebut kosong tanpa ada nama orang yang dikuasakan dan para pemilik ataupun penghuni dipaksa untuk menandatangani surat tersebut.

  1. Calon � calon ketua PPRS tidak diketahui sampai pada saat detik - detik pemilihan tersebut diadakan, bahkan waktu yang diberikan pada pemilik / penghuni untuk mengajukan calon � calonnya hanya ada 10 menit saja. Sedangkan dari pihak developer sudah menyiapkan calon � calon dari mereka sendiri jauh hari sebelumnya tanpa sepengetahuan kita.

  1. Sesudah Calon � calon tersebut diajukan, para pemilik / penghuni juga hanya mempunyai waktu 10 menit saja untuk memilih calon � calon yang ada. Sedangkan Profile, Misi � misi kerja para calon tersebut tidak dipaparkan oleh calon � calon tersebut. Pimpinan Rapat yang ada saat itu mengatakan bahwa �Misi & Visi Kerja� baru dipikirkan nanti sesudah PPRS terbentuk. Bahkan setiap ada saran � saran ataupun keluhan dari peserta rapat yang benar � benar merupakan pemilik / penghuni Apartemen tersebut diabaikan. Semua saran �saran yang ada diabaikan dengan alasan keterbatasan waktu.
  2. Hasil dari pemilihan tersebut memang dimenangkan oleh calon dari developer dengan perolehan yang cukup jauh 42.08 % , sedangkan yang hadir saat itu hanya 45.82 % dari total Pemilik / Penghuni. Calon � calon yang ada saat itu dibagi dalam 4 group / paket (Paket = istilah dari pimpinan Rapat). Calon yang lainnya hanya mendapatkan Suara 0 s/d 1 %, apakah semua orang dapat memilih orang yang baru dilihatnya dalam waktu kurang dari 10 menit?

  1. Ketua dan sekretaris terpilih juga hanya mempunyai waktu 10 menit untuk memilih bendahara dan pengurus lainnya. ( TIDAK MASUK LOGIKA � NON SENSE)

  1. Semuanya berlangsung begitu cepat seperti sudah dipersiapkan jauh hari sebelumnya, Pimpinan Rapat hanya membacakan hasil � hasil rapat yang sebenarnya sudah mereka persiapkan jauh hari sebelumnya. Setiap saran atau excuse yang muncul pada saat rapat diabaikan, semua alasannya waktu yang sedikit, Notaris mengatakan sah, pimpinan rapat mengatakan sah. Pemilik / penghuni tidak dianggap dalam rapat tersebut. Jadi buat apa pemilik / penghuni menghadiri rapat tersebut hanya untuk mendengarkan saja, tetapi tidak boleh bersuara. Padahal namanya rapat seharusnya mendengarkan, memikirkan pendapat dari peserta rapat; bukan pesertanya disuruh mendengarkan!

  1. Tidak ada wartawan yang diundang meliput acara tersebut, bahkan peserta tidak diperbolehkan membawa Perekam, Camera dan sebagainya.

Suatu panggung sandiwara yang sangat kasar, �Aneh tapi Nyata� oleh segelintir orang yang mempunyai uang untuk membeli kuasa.

Kami dari para pemilik / penghuni sudah membentuk suatu komunitas yang sudah menyadari akan hal ini, mungkin sebagian orang lain sudah menyadari tetapi mereka ada yang tidak berani bersuara atau mengungkapkannya.

Mohon agar Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dapat membantu kami dalam menanggapi hal ini, karena kami hanya masyarakat umum yang tidak begitu mengerti proses hukum yang ada di Negara ini.

Mohon agar Pemerintah Propinsi DKI Jakarta tidak mengesahkan dahulu PPRS yang sudah dipilih oleh developer.

Terima kasih untuk Tanggapannya

Salam

WARGA APARTEMEN MEDITERANIA GARDEN RESIDENCES � TANJUNG DUREN







Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Saling Sikat di Mangga Dua

[12/3/08]

Konflik penghuni Apartemen Mangga Dua Court dengan pengembangnya, PT Duta Pertiwi Tbk, makin memanas. Pakar hukum agraria, Boedi Harsono, dalam kesaksiannya di pengadilan mengatakan Badan Pertanahan Nasional harus bertanggung jawab atas penerbitan sertifikat HGB murni.

Fifi Tanang mungkin sudah tak asing lagi di mata manajemen PT Duta Pertiwi Tbk, perusahaan properti milik taipan Eka Tjipta Wijaya yang sebagian besar menguasai tanah di daerah Mangga Dua, Jakarta Utara. Mungkin, Fifi yang menjabat Ketua Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Apartemen Mangga Dua Court (MDC), saat ini menjadi orang yang paling disegani oleh manajemen Duta Pertiwi, setelah ia membongkar kasus status hak atas tanah Apartemen MDC.

Akibat ulahnya, Fifi kini harus berurusan dengan polisi. Ia dilaporkan ke Mabes Polri lantaran mencemarkan nama baik Duta Pertiwi di sebuah media nasional. Selain itu, Fifi bersama dengan 16 pemilik kios ITC Mangga Dua harus berjibaku menghadapi gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara (lihat box). Sekedar informasi, hampir semua properti yang berada di kawasan Mangga Dua dikuasai oleh Duta Pertiwi, termasuk ITC Mangga Dua dan Apartemen MDC. Selain memiliki unit apartemen MDC, Fifi juga mempunyai kios di ITC Mangga Dua.

Namun, gugatan itu tak menyurutkan niat Fifi untuk memperkarakan Duta Pertiwi. Ia justru menggugat balik Duta Pertiwi di dua pengadilan sekaligus, yakni PN Jakarta Utara dan PN Jakarta Pusat.

Di PN Jakarta Pusat, sidang pekan lalu sudah memasuki acara mendengarkan keterangan ahli. Salah satu ahli yang didatangkan adalah pakar hukum agraria Boedi Harsono. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu menyatakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) mesti bertanggung jawab atas terbitnya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) murni Apartemen MDC.

Apalagi, lanjutnya, mustahil jika BPN tidak mengetahui status tanah itu dari awal saat dilakukan jual beli unit apartemen. Hal yang paling mudah untuk membuktikan status tanah suatu apartemen, kata Boedi, adalah mencocokkan sertifikatnya dengan buku tanah yang disimpan di BPN. "Jadi, nggak mungkin orang BPN tidak mengetahui tentang status tanah suatu bangunan," tegas pria yang juga pengajar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini di hadapan majelis hakim, Selasa (4/3) pekan lalu.

Sebagai lembaga yang mengawasi ranah pertanahan di tanah air, sudah sepatutnya BPN juga bertindak mengawasi sengketa pertanahan yang kerap terjadi. Boedi mengatakan, dalam kasus ini pihak Duta Pertiwi patut dipersalahkan, karena sejak awal tidak menginformasikan status tanah Apartemen MDC kepada calon pembeli waktu itu. "Masyarakat tidak mengerti, makanya BPN, PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan Duta Pertiwi seharusnya memberi tahu ke masyarakat," ujarnya.

Kasus ini berawal saat 147 pemegang unit setifikat hak milik atas satuan rumah susun (SHMSRS) yang tergabung dalam Perhimpunan Penghuni (Perhimni) MDC ingin memperpanjang HGB tanah bersama, bulan Maret 2006. Ketika itu BPN belum mengetahui bahwa tanah Apartemen MDC adalah HGB di atas Hak Pengelolaan (HPL). Hal ini ditegaskan BPN dengan menerbitkan Surat Keterangan Status Tanah (SKST) tertanggal 24 Mei 2006.

Selain itu, BPN juga telah melakukan risalah pemeriksaan tanah (konstatering rapport) yang hasilnya tidak menyatakan tanah HPL. Sehingga, Perhimni MDC diwajibkan membayar uang pemasukan kepada negara total Rp289 juta. Anehnya, pada bulan Juli 2006, BPN menarik kembali pernyataan tersebut. Setelah diselidiki ulang, ternyata BPN baru mengetahui bahwa status tanah Apartemen MDC adalah HGB di atas HPL atas nama Pemda DKI Jakarta (sekarang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta). Akibatnya, sertifikat Apartemen MDC yang telah diberikan kepada Perhimni MDC dicoret dan dibatalkan.

Hal itu dilakukan BPN lantaran ditemukan dokumen surat perjanjian kerja sama antara R. Soeprapto (Gubernur DKI Jakarta waktu itu) dengan Rachmat Sumengkar (Direktur Utama Duta Pertiwi waktu itu) yang mendapat persetujuan dari Komisaris Utama Duta Pertiwi, Eka Tjipta Widjaja. Perjanjian itu diteken pada tahun 1984.

Para pemilik unit apartemen pun menjadi berang. Mereka merasa ditipu oleh manajemen Duta Pertiwi. Pasalnya, pada saat membeli unit Apartemen MDC, Duta Pertiwi tidak pernah menginformasikan dan memberitahukan kepada calon pembeli bahwa tanah bersama Apartemen MDC adalah milik Pemprov DKI Jakarta. "Yang para pembeli tahu saat itu, status tanah adalah HGB murni. Kami ini ditipu," ujar Fifi kepada hukumonline.

Ia lantas menyodorkan beberapa dokumen yang kesemuanya memang tidak bertuliskan "HGB di atas HPL atas nama Pemda DKI Jakarta". Bukti itu antara lain: perjanjian pengikatan jual beli, akte jual beli dan sertifikat hak milik.

Tuduhan Fifi langsung dibantah kuasa hukum Duta Pertiwi, Zulfahmi. Menurut dia, tidak ada kekeliruan yang dilakukan kliennya ketika melakukan jual beli properti Apartemen MDC. "Duta Pertiwi sudah melakukan langkah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku," jelasnya.

Box:
Berawal dari Surat Pembaca

Sial benar nasib Kwee Meng Luan. Ia bersama 16 pemilik kios di ITC Mangga Dua (termasuk Fifi Tanang) harus berurusan dengan pengadilan. Mereka masing-masing digugat telah melakukan pencemaran nama baik terhadap PT Duta Pertiwi Tbk. Perkara ini merupakan buntut dari perseteruan antara Duta Pertiwi dengan para pembeli properti di kawasan Mangga Dua, yang konon dikuasai oleh Grup Sinar Mas itu.

Sedianya, lanjutan sidang terhadap Winny – panggilan akrab Kwee Meng Luan – digelar Selasa (11/3) dengan acara pembacaan putusan. Namun, Majelis Hakim yang diketuai Unggul kembali menunda pembacaan putusan hingga 31 Maret 2008. Majelis hakim menginginkan pembacaan putusan dilakukan bersamaan dengan 16 tergugat lainnya. Penundaan putusan itu merupakan yang kedua kalinya.

Sekedar informasi, Duta Pertiwi awalnya menggugat 19 pemilik kios ITC Mangga Dua. Gugatan itu dilayangkan terhadap masing-masing pemilik kios dan tidak dijadikan dalam satu berkas gugatan. Dalam perjalanannya, tiga pemilik kios akhirnya bersedia damai dengan syarat yang ditentukan Duta Pertiwi.

Gugatan Duta Pertiwi ini bermula dari adanya surat pembaca yang ditulis Winny yang dimuat di Koran Suara Pembaruan, tanggal 3 Oktober 2006. Surat itu berjudul "Hati-hati Membeli Properti PT Duta Pertiwi". Atas tuduhan dalam surat pembaca itu, Duta Pertiwi merasa dicemarkan nama baiknya dan menggat perdata ke PN Jakarta Utara. Perusahaan properti milik konglomerat kawakan Eka Tjipta Widjaja ini, menuntut ganti rugi sebesar Rp11 miliar.

Awalnya, Winny menganggap surat pembaca itu sebagai bentuk keluhannya terhadap proses jual beli properti milik Duta Pertiwi yang terletak di ITC Mangga Dua. Dalam jual beli itu, Winny merasa dirugikan karena objek jual beli yang semula diinformasikan oleh Duta Pertiwi sebagai Hak Guna Usaha (HGU) ternyata dikemudian hari diketahui sebagai HGB yang berdiri di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL).

Dalam perkara itu, kuasa hukum Winny dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, sempat mengajukan saksi ahli yakni Bambang Harymurti dari Dewan Pers. Bambang dalam kesaksiannya menyatakan, pemimpin redaksi (pimred) yang memuat surat pembaca itu juga bertanggung jawab atas pemuatan surat pembaca yang dilayangkan Winny. Alasannya, pimred berhak untuk mengedit, menaikan maupun membuang ke tong sampah surat pembaca itu.

Disamping itu, kata Bambang, jika penggugat keberatan dengan surat pembaca, seharusnya penggugat menempuh hak jawab, hak koreksi dan atau mengadukannya ke Dewan Pers. Namun, langkah ini tidak pernah ditempuh oleh manajemen Duta Pertiwi.

Kepala Divisi Non Litigasi LBH Pers Muhammad Halim mengatakan Duta Pertiwi telah mengabaikan mekanisme penyelesaian sengketa pers seperti yang diatur dalam UU Pers. "Gugatan ini merupakan pembungkaman gaya baru oleh orang-orang yang berkuasa. Akibatnya, masyarakat akan takut untuk menulis surat pembaca," demikian Halim.

Ia menambahkan, kondisi itu membuat kemerdekaan pers semakin terbelenggu. "Pers kembali dipaksa bungkam dan melakukan self censorship yang berlebihan," tandasnya.

Sementara itu, Kuasa Hukum Duta Pertiwi Edward Lontoh merasa yakin kliennya sudah benar dalam menempuh gugatan ini. "Kami yakin menang, karena posisi kami benar. Keyakinan kami didasarkan pada bukti-bukti yang sudah kami ajukan," tegas advokat Lontoh & Partners ini.

Rugi ratusan miliar

Sengketa hak atas tanah itu membuat rugi pemilik unit apartemen. Soalnya, kata Fifi, nilai bangunan per unit apartemen akan turun seiring dengan penurunan status tanahnya (menjadi tidak ada tanah).

Yang lebih tragis, jika apartemen itu berdiri di atas tanah pemprov, maka pemilik unit apartemen biasanya akan dibebankan biaya persetujuan atau rekomendasi setiap kali ingin melakukan perpanjangan HGB. Biaya itu konon bisa mencapai ratusan juta rupiah per unit apartemen. Permintaan persetujuan Pemprov DKI itu ditegaskan dalam Pasal 26 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) No. 40/1996. Beleid tersebut menyebutkan, HGB atas tanah HPL diperpanjang atau diperbaharui atas permohonan pemegang HGB setelah mendapat persetujuan dari pemegang HPL.

Kerugian lainnya, kata Fifi adalah tidak ada jaminan dan kepastian hukum untuk menjaminkan sertifikat di atas HPL, sehingga bank enggan menerima sertifikat itu sebagai agunan. Lalu, katanya, jika terjadi force majeur, seperti kebakaran, maka hak dari para pemilik apartemen menjadi lenyap, karena sama sekali tidak ada alas hak atas ruang bangunan dalam sertifikat HGB yang berada di atas HPL Pemrov DKI Jakarta.

Namun, hal itu dibantah Boedi Harsono. Menurutnya, jika terjadi force majeur, para pemilik apartemen masih berhak atas sertifikat yang dimilikinya. Persoalannya adalah apakah perusahaan yang memelihara gedung itu membayar ganti rugi atau tidak kepada para pemilik unit apartemen yang memegang sertifikat.

Itu pula sebabnya, Fifi dan 146 pemilik unit apartemen lainnya mati-matian menggugat Duta Pertiwi ke pengadilan. Soalnya, sebagai pembeli yang merasa ditipu, mereka tidak mau menanggung resiko yang terjadi di kemudian hari, baik mengenai status tanah maupun biaya untuk Pemprov DKI Jakarta.

Dalam gugatannya di PN Jakarta Pusat, bukan hanya Duta Pertiwi yang digugat oleh Fifi, tapi juga ada empat pihak lain yang ikut menjadi tergugat. Keempat tergugat itu adalah Direktur Utama Duta Pertiwi Muktar Widjaja (anak Eka Tjipta Widjaja), Notaris dan PPAT Arikanti Natakusumah, Kepala BPN cq Kepala Kanwil BPN DKI Jakarta cq Kepala Kantor Pertanahan Kotamadya Jakarta Pusat, dan Gubernur DKI Jakarta cq Biro Perlengkapan Provinsi DKI Jakarta.

Fifi dalam gugatannya meminta agar para tergugat mengembalikan status hak kepemilikan semula yakni HGB murni kepada para pemilik unit Apartemen MDC. Selain itu, dia juga meminta ganti rugi materiil lebih dari Rp467 miliar, sebagai akibat hilangnya status kepemilikan tanah.







Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Kontributor