Rabu, 11 Juni 2008

Dua Masalah Krusial

Sumber: Republika

''Bubuuuur....'' Teriakan yang membelah angkasa itu dulu sering
didengar Hartono, pedagang bubur kacang ijo. Setelah teriakan itu,
penghuni rumah susun (rusun) Klender biasanya menurunkan ember kecil
dengan tali. Ember kecil itu diisi mangkuk dan uang. Setelah mangkuk
terisi, kemudian ditarik lagi ke atas.

Pemandangan lucu di rusun itu tak akan terlihat lagi di rusun-rusun
baru yang akan dibangun lewat program Rumah Susun Sederhana (Rusuna)
1.000 Tower. Gedung rusun baru itu akan dibuat lebih jangkung serta
dilengkapi lift. Tapi, siapa yang kelak mengelola rusun pencakar
langit itu, masih menjadi kekhawatiran.

Ketua Umum Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi),
Ibnu Tadji, mengatakan ada dua persoalan krusial rusun di Indonesia.
Pertama, pengelolanya yang tidak jelas. Kedua, bagaimana hak-hak
penghuni di kemudian hari. ''Makanya saya masih was-was dengan
rencana itu (Rusuna 1.000 Tower, red).''

Ibnu menyatakan mengelola rusun yang tingginya sampai 20 lantai bukan
perkara mudah. Harus ada yang merawat fasilitas seperti lift, air,
pemadam kebakaran dan lain-lain. Bila pengelolanya asal-asalan, dia
menyatakan bisa jadi suatu saat orang di lantai 20 tak bisa turun
karena lift macet, atau tak dapat air.

Berdasarkan UU No 16/1985 tentang Rusun, kata Ibnu, pengelola rusun
dibentuk oleh Perhimpunan Pengelola Rumah Susun (PPRS). Tapi, sampai
saat ini, pengelolanya masih berbeda-beda. Terkadang pengembang pun
masih ikut mengelola kemudian membebani penghuni dengan aneka
pungutan pelayanan dan pemeliharaan.

Daripada pengelolaannya nanti tidak karuan, Ibnu mengusulkan rusun-
rusun itu sebaiknya dikelola penghuni, bukan pengembang. Itu akan
membuat biaya tinggal di rusun menjadi murah. Tapi, sebelum hengkang,
pengembang harus melatih para penghuni untuk mengelola rusun. ''Atau
sekalian saja dikelola profesional,'' katanya.

Sosiolog dari FISIP UI, JF Warouw, melihat penghuni rusun sampai saat
ini masih menjadi sapi perahan. Mereka dikutip berbagai macam biaya
mulai dari pelayanan, perawatan, keamanan, dan lain-lain. ''Akan
banyak konflik di rusun yang akan dibangun, karena di situ ada
interest. Jadi harus jelas pengelolaannya.''

Masalah kedua adalah kepastian hak kepemilikan. Gedung-gedung rusun
baru, memang ditargetkan berumur lebih lama, sekitar 50-70 tahun,
dibanding rusun-rusun lama yang hanya 20-an tahun. Tapi, bagaimana
hak-hak mereka setelah itu, tak ada kepastian. ''Ini yang sampai saat
ini diperjuangkan Aperssi,'' kata Ibnu.

Adalah ironis, tutur Ibnu, bila seseorang yang saat muda menyicil
satu unit rusun, kemudian di hari tuanya dia terusir dari tempatnya
walaupun telah selesai menyicil dan memegang sertifikat. Sebab unit
rusun yang dia tempati berdiri di atas tanah negara. ''Ini harus
diperjelas agar masyarakat tak dibodohi,'' pintanya.




Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Tidak ada komentar:

Kontributor