Rabu, 30 April 2008

Sudirman Park Apartment Mirip Rumah Susun

Kompas, 18 SEptember 2007

Kami sangat gembira dapat menerima unit Sudirman Park Apartment yang
telah kami pesan beberapa waktu sebelumnya dari salah satu developer
terkemuka di Indonesia. Namun, setelah dua minggu kami menerima unit
tersebut mulai muncul kekecewaan. Ternyata mutu bangunan/ unit yang
ada sangat rendah, begitu juga tidak adanya proses kontrol kualitas
dari pihak developer yang sangat terkemuka tersebut sebelum dilakukan
serah terima kepada pemesan.

Dimulai dari hampir seluruh bagian ruangan yang ada mengalami
rembesan dan tersumbatnya pembuang air di wastafel. Setelah melakukan
komplain yang terus-menerus, akhirnya tersumbatnya air wastafel kami
dibetulkan dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya. Namun, harus
diingat bahwa proses tersebut memakan waktu lebih kurang dua minggu,
yang mengeluarkan energi yang besar dan hilangnya waktu kami yang
tidak sedikit.

Sedangkan untuk perbaikan yang cukup besar belum ada realisasinya
sama sekali. Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa kalau kita
terlambat bayar/mencicil sesuai dengan perjanjian tampaknya kita ini
bukan orang yang beradab? Kenapa kalau komplain selalu diterima,
padahal hal tersebut tidak menjanjikan penanganan yang terkoordinasi
antara pihak developer dan pihak kontraktor? Kenapa penanganan
masalah kecil saja memakan waktu yang lama? Kenapa uang maintenance
harus dibayar di muka untuk enam bulan kalau tidak bisa menangani
komplain yang asalnya bukan kesalahan pemilik unit?

Apakah penanganan masalah yang timbul selalu begitu di setiap proyek-
proyek lainnya, sehingga masa garansi/retensi habis, sehingga kami
harus menanggung kesalahan orang lain dengan uang kami?

Kami percaya bahwa hal ini bukan hanya kami saja yang mengalami
mengingat banyaknya komplain yang lain yang kami dengar di ruangan
customer service maupun komplain yang tertulis di setiap pintu unit-
unit yang ada.

Apakah hal tersebut dapat dinamakan suatu apartemen? Yang dibuat oleh
salah satu developer terkemuka di Indonesia ini?

Mohon masyarakat berhati-hati dalam melakukan pemesanan terhadap
developer tersebut mengingat uang yang telah kita cari bersusah payah
menjadi tidak ada harganya.

Albert Budi R Hutapea Apartemen Sudirman Park Unit A/26/BD, Jakarta




Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Penghuni Apartemen Amartapura hProtes

Laporan Wartawan Kompas Soelastri Soekirno

TANGERANG, KOMPAS--Gara-gara tak bisa menunjukkan penggunaan uang
iuran pemeliharaan bulanan, sekitar 500 warga penghuni Apartemen
Amartapura A dan B Lippo Karawaci, Kabupaten Tangerang, sampai Kamis
(22/3) malam tadi berunjuk rasa. Mereka memprotes sekelompok penghuni
apartemen yang menamakan dirinya " pengurus perhimpunan penghuni
apartemen Amartapura".

Menurut beberapa penghuni, "pengurus" selama satu setengah tahun
membuat mereka tidak aman dan nyaman di apertemen mereka, padahal
mereka selalu membayar uang pemeliharaan sebesar Rp 700.000 per unit
per bulan.

Fasilitas banyak yang dirawat sehingga lantai lobi nampak kotor,
toilet tamu di lantai bawah air tak menyala. Lift misalnya pernah
rusak sehingga membuat takut penghuni gedung bertingkat 67.

"Kemana uang itu kami tak tahu, mereka mencuri uang kami tapi mereka
malah mengancam kami," kata penghuni asal Korea Selatan yang sudah 13
tahun tinggal di sana.

Sekitar 70 persen penghuni adalah warga Korea yang memiliki usaha di
Indonesia. Pejabat dari Kedutaan Besar Korea telah datang untuk
bertemu dengan warga mereka yang merasa terancam oleh
tindakan "pengurus". Sampai semalam, pihak pengurus yang diketuai
Richard Hakim T tak bisa ditemui penghuni.

Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Selasa, 29 April 2008

Dinamika pembentukan perhimpunan penghuni apartemen




Back to City mungkin satu di antara sekian banyak kiat promosi apartemen di Jakarta. Sebagai kota metropolitan, keterbatasan lahan merupakan masalah di Ibu Kota.

Karena itu, keberadaan rumah susun yang giat dipromosikan pengembang ikut menyukseskan program pemerintah mendorong penduduk perkotaan seperti Jakarta untuk tinggal di hunian vertikal.

UU No. 16/1985 dan PP No. 4/1988 tentang Rumah Susun merupakan dasar hukum bagi pengembangan rumah susun/apartemen di Indonesia. Pasal 19 UU No. 16/1985 mewajibkan penghuni rumah susun membentuk perhimpunan penghuni, tepatnya Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), a.l. untuk mengurus kepentingan bersama yang berhubungan dengan pemilikan, penghunian, dan pengelolaan 'bagian', 'benda', dan 'tanah' bersama.

Sebelum PPRS terbentuk, pengembang bertindak sebagai PPRS Sementara untuk kemudian membantu penyiapan terbentuknya perhimpunan penghuni yang sebenarnya, dengan pengurus yang berasal dari penghuni sendiri, dipilih oleh penghuni, dan bekerja untuk kepentingan penghuni.

Berbeda dengan di luar negeri, dalam praktiknya di Indonesia, setelah unit rumah susun diserahterimakan ke pembeli, pengembang seringkali masih berusaha dengan segala cara untuk selamanya bertindak sebagai pengelola. Padahal, peraturan perundangan yang berlaku telah membatasi masa transisi sejak terbentuknya PPRS penghuni dalam kurun waktu tiga bulan sampai satu tahun.

Hal ini dilakukan antara lain dengan menghambat pembentukan PPRS, membentuk PPRS yang notabene berisikan oknum-oknum titipan pengembang, termasuk memperlambat proses pengurusan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun (SHM-SRS).

Kasus MLR

Terlepas dari berbagai kendala teknis dan nonteknis, pembentukan PPRS di Mediterania Lagoon Residences (MLR) pada 22 September 2007 mungkin merupakan satu di antara sedikit Perhimpunan yang berhasil dibentuk atas inisiatif penghuninya. PPRS yang ada saat ini umumnya tidak lain perpanjangan tangan dari pengembang, sehingga maknanya sebagai Perhimpunan Penghuni Rumah Susun sebagaimana dimaksud oleh undang-undang seakan-akan telah berubah menjadi Perhimpunan Pengusaha Rumah Susun.

Apartemen MLR yang dibangun pada 2004 diserahterimakan kepada pembeli/pemilik sejak Juni 2006. Wacana pembentukan PPRS-MLR bergulir sejak awal Juli 2007, dimulai dengan beberapa kali pertemuan ramah tamah di antara penghuni, badan pengelola, dan perwakilan pengembang, termasuk acara barbeque bersama di Gazebo MLR atas inisiatif penghuni.

Bertepatan dengan bulan suci Ramadan lalu, pembentukan PPRS MLR diawali dengan buka puasa bersama dan ramah tamah di antara penghuni dan undangan. Pembentukan PPRS MLR yang digelar di Club-House Spring Hill Golf Residences, Kemayoran, dimulai dengan rapat pembentukan dan dilanjutkan dengan Pembentukan Pengurus Perhimpunan dan Pengesahan AD/ ART Perhimpunan.

Pembentukan PPRS-MLR dimaksudkan agar tercipta hubungan yang lebih kondusif, transparan, dan akuntabel berkaitan dengan pengelolaan MLR. Dengan terbentuknya PPRS-MLR, pengembang diharapkan menjadi lebih tanggap dan dapat bekerja sama dengan para penghuni lewat perhimpunan, sehingga memberi nilai tambah bagi para pemilik/penghuni khususnya, dan Apartemen MLR umumnya.

Dengan terbentuknya PPRS-MLR tentu memudahkan koordinasi dengan pengembang dalam mengkomunikasikan mengenai status hak atas tanah, perkembangan pengurusan sertifikat SHM-SRS, transparansi perhitungan IPL dan Sinking Fund, serta tagihan air dan listrik.

PPRS-MLR dibentuk berkat bantuan dan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk yang juga hadir menyaksikan rangkaian rapat pembentukan, adalah Deputi Menpera bidang Perumahan Formal Zulfi Syarif Koto, anggota Komisi D DPRD DKI Wilson Sirait, kalangan pers, aparat terkait, Pengurus Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi) dan PPRS Apartemen lain, serta para pemilik/penghuni yang sadar terhadap arti penting perhimpunan penghuni dari, oleh dan untuk penghuni.

Undangan rapat lainnya adalah developer PT Karunia Abadi Sejahtera (Agung Podomoro Group), Kepala Dinas Perumahan DKI Jakarta, Ketua Direksi DP3KK Kemayoran, camat, dan Lurah Kemayoran.

Back to City dan promosi hunian vertikal akan sukses bila para shareholders dan stakeholders menyadari batas-batas hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing. Sebagaimana sudah tertata baik di negara tetangga, seperti Singapura, hunian vertikal di Jakarta bukan lagi milik si 'super kaya' atau si 'menengah bawah'.

Fenomena ke depan, justru kalangan menengah dan berpendidikan yang memiliki karir bagus di tengah metropolitan merupakan target pasar yang paling potensial. Kalangan menengah dan terpelajar ini cukup kritis dan sangat memahami makna time value of money dalam berinvestasi.

Dinamika pembentukan PPRS hanya satu dari sekian bola salju dalam konteks rumah susun/apartemen di Indonesia. Bola salju lainnya yang saat ini menggelinding adalah masalah perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), status tanah, dokumen kepemilikan sarusun dan kepemilikan bersama, serta profesionalitas pengelolaan.

Para pengembang yang selama ini masih terkesan tricky tampaknya harus siap mengantisipasi fenomena ini, tentu saja, dengan cara menjaga etika dan profesionalisme dalam berbisnis.



Source : Bisnis Indonesia


Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Pemerasan Terselubung di Apartemen Meresahkan

SUARA PEMBARUAN DAILY


JAKARTA - Isu hegemoni pengembang terhadap penghuni apartemen dengan motif ekonomi secara tidak wajar, bukan isapan jempol belaka. Seorang pengurus penghuni rumah susun (PPRS), Apartemen Semanggi, Dina, mengungkapkan praktik-praktik tidak wajar yang dilakukan pengurus lama. Selama hampir 10 tahun sejak 1996, pengelolaan Apartemen Semanggi dikuasai oleh pihak pengembang yang bekerja sama dengan pengurus menerapkan kebijakan kontroversial.

Kebijakan kontroversial diawali dengan penunjukan pengelola tanpa tender. Hal itu jelas-jelas melanggar UU No 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Rusun) yang menjelaskan bahwa pengelola ditunjuk oleh PPRS setelah melalui tender. Pada kenyataannya, di Apartemen Semanggi pengelola dipegang oleh pihak pengembang dan lebih menonjolkan kepentingan mereka ketimbang penghuni.

Pengembang dan pengelola juga hingga saat ini tidak mau menyerahkan gambar perpelaan atau gambar keseluruhan lantai sebagai dasar penghitungan hak dan kewajiban masing-masing penghuni. Tindakan tersebut jelas-jelas melanggar Peraturan Pemerintah No 4 Tahun 1988 Pasal 35 ayat (1) yang menjelaskan kewajiban pengembang menyerahkan dokumen dan gambar rusun atau apartemen kepada penghuni. Tindakan tersebut bisa dikategorikan sebuah pelanggaran pidana.

Pengembang juga secara sepihak menetapkan diskon biaya pelayanan sebesar 12 persen kepada unit-unit besar serta penthouse di Apartemen Semanggi. Hal itu dilakukan agar unit-unit besar yang tidak laku menjadi banyak peminatnya. Kebijakan itu sama artinya dengan menipu penghuni lainnya di mana pemilik kecil dan menengah menyubsidi pemilik unit besar tanpa disadari oleh pemilik kecil dan menengah.

"Hal yang lebih mencengangkan pengurus baru yang berasal dari penghuni, akibat kebijakan itu, penghuni kecil dan menengah telah dirugikan sebesar Rp 830 juta. Pengembang dengan sengaja melakukan 'pemerasan' terselubung demi meraih untung," ujar Dina.

Apartemen Semanggi memiliki 356 unit dengan keseluruhan 25 lantai yang selesai dibangun tahun 1995. Pengembangnya adalah PT Artha Guna Sarana Pratama, yang merupakan anak perusahaan PT Bangun Cipta.

Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk mengeruk keuntungan dari penghuni apartemen, pengelola juga mengklaim seluruh lantai dasar apartemen sebagai milik mereka. Oleh pengembang lantai dasar dijadikan tambang uang dengan membangun restoran, pusat bisnis, salon, klinik, usaha laundry dan berbagai jenis usaha lainnya. Semua keuntungan masuk ke kas pengembang tanpa sepersen pun diberikan kepada PPRS. Padahal, menurut Dina, dalam sertifikat jual beli disebutkan bahwa lantai dasar merupakan bagian bersama yang menjadi hak seluruh penghuni.

"Hebatnya lagi demi mengeruk keuntungan, pengelola menjual koridor di lantai 25 kepada salah satu penthouse. Padahal sesuai UU koridor seharusnya menjadi milik bersama penghuni," paparnya.

Saat ditanyakan kepada pihak pengembang, mereka mengatakan koridor itu sudah dibeli penthouse dan dibuat sertifikatnya. Padahal, menurut Kantor BPN yang ditemui pengurus baru, koridor tidak boleh menjadi milik pribadi, apalagi disertifikatkan.

Akibat kesewenang-wenangan itu, pihak penghuni pun bergerak dan mendesak agar pengurus lama diganti. Atas kesepakatan penghuni dibentuk pengurus baru, namun yang sangat disesalkan pihak pengelola dan pengembang hingga saat ini tidak mau menyerahkan semua dokumen dan uang kas yang besarnya mencapai ratusan juta rupiah kepada pengurus baru. Mereka selalu berkelit dan bertahan untuk tidak menyerahkan kas tersebut.

Sementara itu, para penghuni Apartemen Bumi Mas Cilandak Jakarta Selatan, Senin (20/3) mendatang, akan melakukan rapat anggota. Rapat itu untuk menentukan sikap mereka terhadap pengembang.

Menurut Sri Rejeki, salah seorang penghuni, rapat anggota tersebut akan membahas berbagai hal hubungan antara penghuni dan pengelola yang selama ini cenderung merugikan penghuni. Mereka juga meminta pengembang untuk tidak lagi mengintervensi pengurus dan mereka juga mendesak terjadi penggantian PPRS di Apartemen Bumi Mas. (L-11)

__._,_.___


Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Senin, 28 April 2008

Perda Rusunami Siap Disahkan

Surabaya Post

| Jumat 05/04/2005
10:45:45
|
Surabaya – Surabaya Post
Pansus Perda Rusun DPRD Surabaya dengan Bagian Hukum Pemkot Surabaya dan beberapa instansi terkait, Senin (4/4) selesai membahas Raperda Rusunami (rumah susun hak milik). Selanjutnya, raperda itu akan dipanmuskan dan diparipurnakan untuk disahkan menjadi Perda.
Ketua Pansus Perda Rusunami sekaligus anggota Komisi A DPRD Surabaya, Krisnadi Nasution, mengatakan, dengan Perda Rusunami itu, pengguna dan pemilik rusun akan lebih terlindungi dan terjamin kepastian hukumnya, keamanan, dan kenyamanannya. ”Sebab dalam perda itu diatur bahwa rusun yang tidak layak huni tidak boleh dijual”, ujar kader PDIP ini.

Rusunami yang dimaksud dalam perda itu adalah rumah susun hak milik, bukan rumah susun yang disewakan dan banyak terdapat di Surabaya. Menurut dia, rusunami sebuah konsep alternatif perumahan masa depan untuk kota-kota urban yang padat. Rusunami ini akan menjadi hak milik dan bisa dijaminkan. Bisa dipakai rumah, usaha atau yang lainnya.

”Di Surabaya, kategori rusunami ini baru satu, yakni Jembatan Merah Plasa (JMP),” ujar Krisnadi tanpa mengemukakan alasan dan kategori lebih spesifik kenapa JMP disebut rusunami.

Anggota Pansus Perda Rusunami lainnya, M, Jazid mengatakan, dengan adanya perda itu maka pengusaha rumah susun tidak bisa lagi seenaknya menjual rumah susun pada orang lain. ”Sesuai dengan bab IV tentang izin layak huni, maka setiap penyelenggara pembangunan rumah susun wajib memiliki izin layak huni dari kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk,” ujarnya.

Layak huni ini, lanjut dia, misalnya kelengkapan sarana naik turun, ventilasi, air, listrik, dan beberapa hal lain yang sangat dibutuhkan bagi penghuni dan wajib disediakan oleh pengusaha rusun.

Ia menjelaskan, untuk mendapatkan izin layak huni, pengusaha rusun harus melampirkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang sudah dilegalisir, mendapat rekomendasi dari Dinas Pemadam Kebakaran, rekomendasi dari PT PLN, Dinas Kesehatan, copy izin gangguan sesuai ketentuan yang berlaku dan dilegalisir, serta rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk.

Hal lain yang diatur dalam perda ini guna melindungi secara hukum penghuni rusunami adalah para penghuni dalam lingkungan rusunami harus membentuk perhimpunan penghuni dengan pembuatan akta sesuai dengan UU yang berlaku. (coy)


www.surabayapost.info ©2004

Minggu, 27 April 2008

Empat Pengembang Segera Diperiksa

Terkait "Mark-up" Pengelolaan Apartemen

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0610/13/jab01.html

Oleh
Rafael Sebayang

Jakarta – Polda Metro Jaya akan segera memeriksa empat pengembang terkait adanya dugaan penggelapan atau mark-up biaya pengelolaan apartemen.
Pemeriksaan tersebut akan dilakukan setelah proses pemeriksaan saksi korban rampung. Demikian diungkapkan Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Tejo Subagyo kepada SH, Jumat (13/10).
"Kami sudah menindaklanjuti laporan dari sejumlah penghuni apartemen soal dugaan penggelapan yang dilakukan empat pengembang. Dan saat ini kami sudah melakukan proses pemeriksaan terhadap sejumlah saksi korban.Setelah semuanya rampung, kami akan memanggil dan meminta keterangan empat pengembang," ujar Tejo.
Ketika ditanya perihal beberapa laporan terkait kasus tersebut yang sudah dilaporkan penghuni apartemen Bumi Mas yang tercatat dalam nomor laporan 1036/K/III/26/SPK Unit I Tanggal 20 Maret 2006 yang dinilai lambat, Tejo mengatakan pihaknya baru menerima laporan-laporan tersebut dalam satu bulan terakhir ini. "Mungkin mereka melaporkan di Polsek masing-masing. Tidak ada kendala bagi kita dalam penyelidikan kasus ini," katanya.
Menurut informasi yang diterima SH, kasus penggelapan dana pengelolaan apartemen yang nilainya diperkirakan mencapai Rp 5 triliun per tahun itu telah digelar perkaranya di Polda Metro Jaya dengan dihadiri para penghuni apartemen yang merasa dirugikan atas kasus tersebut. Gelar perkara itu dipimpin langsung oleh Wadir Krimum Polda AKBP Tejo sendiri.
Seperti dilansir harian ini, empat pengembang apartemen di Jakarta dilaporkan masing-masing penghuninya ke Polda Metropolitan Jakarta Raya atas dugaan penggelapan atau mark-up biaya pengelolaan (service charge) apartemen yang diwajibkan dibayar penghuninya.
Keempat pengembang tersebut, yakni Duta Pertiwi, Bumi Mas Mega Prima, Agung Podomoro, dan anak perusahaan Bangun Cipta Sarana.
Menurut Ketua Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi) Ibnu Taji sejauh ini laporan tersebut masih diwakili enam penghuni blok atau lokasi apartemen di Jakarta, yakni penghuni Apartemen.
Bumi Mas, Mediterania Kemayoran, Apartemen Semanggi, Apartemen Mangga Dua Court, dan dua lokasi niaga, yaitu ITC Roxi Mas serta ITC Mangga Dua. Salah satu laporannya bernomor 3659/K/XI/2006/SPK/unit II.
Penyelidikan SH dalam sebuah rapat luar biasa antara penghuni dan PPRS di Apartemen Pavilion pekan lalu, terungkap permasalahan yang sama tentang ketidaktransparanan laporan pertanggungjawaban keuangan. n


http://www.sinarharapan.co.id/berita/0610/13/jab01.html


Penghuni Apartemen Merugi Rp 5 Triliun

Pengelolaan Tak Transparan


http://www.sinarharapan.co.id/berita/0610/11/jab01.html

Oleh
Rafael Sebayang

Jakarta – Sebagian besar pengembang apartemen di Indonesia terindikasi melakukan tindakan penggelapan atau mark-up dengan kedok service charge (biaya pengelolaan) yang dikenakan kepada pemilik maupun penyewa apartemen.
Pemilik dan penyewa apartemen diperkirakan mengalami kerugian sebesar Rp 5 triliun setiap tahunnya.
Dari sekitar 100 lebih blok atau lokasi apartemen untuk hunian maupun gedung niaga yang tersebar di Jakarta, 80-90% di antaranya masih dikuasai pengembang melalui "tangan-tangannya" dan dinilai tidak pernah transparan dalam pertanggungjawaban keuangannya.
Ketua Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi) Ibnu Taji mengungkapkan hal ini kepada SH, Selasa (10/10).
Dia mengatakan, khusus bagi apartemen yang pengelolaannya sudah diserahkan kepada Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), modus yang biasa digunakan pengembang guna mereguk keuntungan dari pemilik maupun penyewa apartemen dilakukan dengan cara menempatkan grup-grup yang berafiliasi dengan pengembang sebagai pengelola.
"Tak hanya itu, pengembang juga menetapkan orang-orangnya sebagai pengurus PPRS untuk menjalankan kebijakan-kebijakan seperti pembayaran service charge ataupun kebijakan lain yang menguntungkan pengembang," tutur Ibnu.
Padahal, tambah Ibnu, seperti diamanahkan Undang-Undang No 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun, pengurus PPRS harus berasal dari setiap pemilik unit-unit apartemen dan dipilih oleh penghuni yang tinggal di apartemen itu sendiri. Selain itu, dalam undang-undang tersebut juga ditekankan bahwa pengembang berkewajiban memfasilitasi penghuni membentuk PPRS.
"Tapi kenyataannya, mereka malah menciptakan sikap absolut dan hegemoni guna menguasai kembali tanah yang sudah mereka jual," tandas Ibnu.
Terkait service charge yang dikenakan kepada pemilik atau penyewa apartemen, Ibnu menegaskan bahwa sesungguhnya tidak ada ketentuan yang mengatur pemilik atau penyewa diwajibkan membayar service charge.
Adapun yang seharusnya berlaku menurut Ibnu adalah penarikan dalam bentuk iuran yang tujuannya bukan untuk mencari keuntungan, melainkan untuk kepentingan bersama. "Konsep iuran adalah konsep sosial seperti di RT atau RW yang tidak mencari keuntungan. Berbeda dngan service charge yang jelas-jelas mencari keuntungan," tuturnya.
Dia mengatakan, terkait permasalahan tersebut, saat ini penghuni Apartemen Mediterania dan Apartemen Bumi Mas Mega Prima telah melaporkan masing-masing pengembangnya ke Polda Metro Jaya terkait kasus penggelepan.
Yang menjadi permasalahan menurut Ibnu, baik pemerintah pusat melalui Kementerian Perumahan Rakyat maupun Dinas Perumahan DKI Jakarta cenderung sengaja membiarkan hal itu terjadi. Sebagai contoh, UU No 16 Tahun 1985 yang dianggap sudah tidak dapat mengakomodasi kondisi saat ini masih tetap dibiarkan berlaku.
Demikian halnya di tingkat provinsi, sesuai ketentuan maka pengesahan pengurus PPRS harus dilantik gubernur. Namun, yang terjadi selama ini pembentukan dan pelantikan pengurus PPRS dilakukan secara ilegal karena dilakukan wakil-wakil developer yang sengaja ditempatkan di apartemen tertentu. "Sementara Dinas Perumahan DKI Jakarta yang diundang dalam rapat-rapat untuk mengungkap permasalahan ini tidak ada aksinya. Sebaiknya masyarakat berhati-hati," ujarnya. n

Copyright © Sinar Harapan 2003


KEPUTUSAN MENTERI NEGARA

PERUMAHAN RAKYAT

NOMOR : 11/KPTS/1994

TENTANG

PEDOMAN PERIKATAN JUAL BELI SATUAN RUMAH SUSUN

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT ;

Menimbang :

a. bahwa jual beli satuan rumah susun yang belum selesai dibangun semakin meningkat, yang pelaksanaannya dilakukan dengan perikatan pendahuluan atau perikatan jual beli;
b. bahwa untuk mengamankan kepentingan penjual dan pembeli satuan rumah susun perlu pedoman perikatan jual beli satuan rumah susun;
c. bahwa penerapan pedoman perikatan jual beli satuan rumah susun perlu pengawasan dan pengendalian;
d. bahwa pedoman perikatan jual beli tersebut perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat.

Mengingat:

1. Undang Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3317);
2. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3469);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3372);
4. Keputusan Presiden RI Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kedudukan, Tugas Pokok, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;
5. Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1994 tentang Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional.

Memperhatikan :

Berbagai saran dan pendapat dari unsur dan instansi terkait dalam rapat-rapat koordinasi.

M E M U T U S K A N ;

Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT TENTANG PEDOMAN PERIKATAN JUAL BELI SATUAN RUMAH SUSUN DENGAN KETENTUAN SEBAGAI BERIKUT :
Kesatu : Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun yang dimaksud adalah merupakan lampiran yang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Keputusan ini.
Kedua : Setiap adanya perikatan jual beli satuan rumah susun wajib mengikuti Pedoman Perikatan Jual Beli Satuan Rumah Susun ini.
Ketiga : Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Keputusan ini dilakukan oleh Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional, melalui Badan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah.
Keempat : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

DITETAPKAN DI : J A K A R T A

PADA TANGGAL : 17 NOPEMBER 1994

---------------------------------------------

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT

Ir. Akbar Tandjung

Tembusan Keputusan ini disampaikan kepada :

1. Yth. Ketua Badan Kebijaksanaan dan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional.
2. Yth. Gubernur Bank Indonesia.
3. Yth. Para Gubernur KDH Tk. I se Indonesia.
4. Yth. Para Bupati/Walikotamadya KDH Tk. II se Indonesia.
5. Yth. Direktur Utama PT. Bank Tabungan Negara (Persero).
6. Yth. Direktur Utama PT. Bank Papan Sejahtera.
7. Yth. Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia.
8. Yth. Ketua Ikatan Notaris Indonesia.
9. Yth. Ketua Lembaga Konsumen Indonesia.
10. Yth. Ketua Lembaga Kajian Perumahan dan Permukiman Indonesia.
11. A r s i p.

LAMPIRAN KEPUTUSAN

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT

NOMOR : 11 / KPTS / 1994

TANGGAL : 17 NOPEMBER 1994.

---------------------------------------------

PEDOMAN PERIKATAN JUAL BELI SATUAN RUMAH SUSUN

I. LATAR BELAKANG
1. Bahwa telah berkembang kebiasaan pemasaran propert khususnya rumah susun, sebelum rumah-rumah yang dipasarkan tersebut selesai di bangun, bahkan tidak jarang terjadi pada saat masih direncanakan dan pematangan tanah.
2. Hal tersebut di atas ditempuh berdasarkan atas pertimbangan ekonomi yaitu :
a. bagi perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman guna memperlancar perolehan dana murah dan kepastian pasar;
b. bagi pembeli atau konsumen agar harga jual rumah lebih rendah karena calon pembeli membayar sebagian di muka.
3. Langkah-langkah yang ditempuh perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman dan konsumen tersebut di atas menimbulkan adanya jual beli secara pesan lebih dahulu, sehingga menyebabkan adanya perjanjian jual beli pendahuluan (preliminary purchase), yang selanjutnya dituangkan dalam akta perikatan jual beli satuan rumah susun.
4. Keadaan itu ditempuh oleh para perusahaan pembangunan perumahan dan permukinian dan para calon pembeli karena adanya ketentuan pasal 18 ayat (1) UU No.16 Tahun 1985 tentang rumah susun yang menetapkan bahwa satuan rumah susun yang telah dibangun baru dapat dijual untuk dihuni setelah mendapat izin layak huni dari pemerintah daerah yang bersangkutan. Sedang untuk pelaksanaan jual belinya dihadapan PPAT, terlebih dahulu harus memenuhi persyaratan adanya akta pemisahan atas satuan-satuan rumah susun untuk pembuatan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun oleh kantor pertanahan kabupaten/kotamadya yang bersangkutan.
5. Bahwa ada perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman yang mempromosikan rumah susun dengan penawaran perdana melalui berbagai pameran, padahal beberapa izin yang diperlukan seperti, izin prinsip, izin lokasi, dan izin mendirikan bangunan belum diperoleh serta tanahnyapun belum ada.
6. Bahwa untuk mengamankan kepentingan para perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman serta para calon pembeli rumah susun dari kemungkinan terjadinya ingkar janji dari para pihak yang terkait diperlukan adanya pedoman perikatan jual beli satuan rumah susun.
II. LANDASAN HUKUM PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN.
Peraturan perundang-undangan tentang rumah susun yang berlaku di Indonesia yaitu :
1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah susun;
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 60/PRT/1992 tentang Persyaratan Teknis Pembangunan Rumah Susun;
4. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pengisian serta Pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun;
5. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1989 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Buku Tanah serta Penerbitan Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.
Peraturan perundang-undang tersebut di atas merupakan landasan hukum yang memungkinkan diperolehnya hak milik atas satuan rumah susun, yang secara garis besarnya memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1. Setiap hak milik atas satuan rumah susun adalah hak pemilikan atas satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah, yang meliputi pula hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama di lingkungan rumah susun yang bersangkutan sesuai dengan nilai perbandingan proportional dari satuan rumah susun yang bersangkutan;
2. Batas-batas untuk setiap satuan rumah susun dan besarnya hak bersama atas bagian bersama, benda bersama dan taiiah bersama disahkan dan dicantumkan secara jelas dalam sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun oleh pihak yang berwenang;
3. Pembangunan rumah susun dapat dilakukan di atas tanah dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan, atau Hak Pakai sesuai dengan peruntukan tanahnya dan harus memenuhi persyaratan teknis, ekologis, dan administratip sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. Setiap satuan rumah susun baru dapat dihuni apabila perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman telah memperoleh izin layak huni dan/atau izin penggunaan bangunan dari Pemerintah Daerah setempat;
5. Sebelum penandatanganan akta jual beli hak milik atas satuan rumah susun oleh perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman dan konsumen/pembeli, dengan persetujuan terlebih dahulu oleh perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman, hak pembeli atas satuan rumah susun tersebut belum dapat dijadikan jaminan utang kepada bank yang memberi kredit;
6. Perhimpunan penghuni berstatus badan hukum yang mewakili dan mengurus kepentingan para penghuni dan para pemilik satuan rumah susun;
7. Pembentukan Perhimpunan Penghuni harus dilakukan dengan pembuatan akta yang disahkan oleh Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan untuk DKI Jakarta oleh Gubetnur KDKI Jakarta;
8. Pemindahan hak atau jual beli satuan rumah susun dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
9. Setiap pemilik satuan rumah susun mendapat sertifikat Hak Milik atas satuan Rumah Susun yang terdiri dari :
a. Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur Tanah;
b. Gambar Denah Satuan Rumah Susun yang bersangkutan;
c. Pertelaan mengenai besarnya hak bersama;

Kesemuanya merupakan satu kesatuan tak terpisahkan.

III. ASPEK-ASPEK HUKUM DALAM PERIKATAN JUAL BELI SATUAN RUMAH SUSUN.

Inti perikatan jual beli :

1. Satuan rumah susun yang masih dalam tahap proses pembangunan dapat dipasarkan melalui sistem pemesanan dengan cara jual-beli pendahuluan melalui perikatan jual beli satuan rumah susun;
2. Pada hari pemesanan yang berminat memesan dapat menerima dan menandatangani surat pesanan yang disiapkan oleh perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman yang berisi sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut :
a. nama dan/atau nomor bangunan dan satuan rumah susun yang dipesan;
b. nomor lantai dan tipe satuan rumah susun;
c. luas satuan rumah susun;
d. harga jual satuan rumah susun;
e. ketentuan pembayaran uang muka;
f. spesifikasi banguhan;
g. tanggal selesainya pembangunan rumah susun;
h. ketentuan mengenai pernyataan dan persetujuan untuk menerima persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan serta menandatangani dokumen-dokumen yang dipersiapkan oleh perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman.
3. Surat pesanan dilampiri dengan gambar yang menunjukkan letak pasti satuan rumah susun yang dipesan disertai ketentuan tentang tahapan pembayaran.
4. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender setelah menandatangani surat pemesanan, pemesan dan perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman harus menanda-tangani akta perikatan jual beli dan selanjutnya kedua belah pihak harus memenuhi kewajibannya sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian perikatan jual beli hak milik atas satuan rumah susun.

Apabila pemesan lalai menandatangani perjanjian pengikatan jual beli dalam jangka waktu tersebut, maka perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman dapat tidak mengembalikan uang pesanan kecuali jika lalai berada di pihak perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman, pemesan dapat memperlihatkan surat penolakan dari Bank bahwa permohonan KPR tidak disetujui atau hal-hal lain yang dapat disetujui bersama antara perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman serta calon pembeli dan uang pesanan akan dikembalikan 100%.

5. Perjanjian Pengikatan Jual Beli antara lain memuat hal-hal sebagai berikut :
5.1. obyek yang akan diperjual belikan;

Obyek yang akan diperjual belikan oleh perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman kepada pembeli adalah hak milik atas satuan rumah susun, yang meliputi pula bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama berikut fasilitasnya di lingkungan rumah susun tersebut sesuai dengan nilai perbandingan proportional dari satuan rumah susun yang bersangkutan.

Rumah susun yang akan dijual wajib memiliki izin-izin yang diperiukan seperti izin lokasi, bukti penguasaan dan pembayaran tanah, dan izin mendirikan bangunan.

5.2. Pengelolaan dan pemeliharaan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama merupakan kewajiban seluruh penghuni.

Calon pembeli satuan rumah susun harus bersedia menjadi anggota perhimpunan penghuni yang akan dibentuk dan didirikan dengan bantuan perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman guna mengelola dan memelihara bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama beserta fasilitasnya dengan memungut uang pangkal dan iuran yang besarnya akan ditetapkan bersama dikemudian hari secara musyawarah. Untuk tahun pertama (terhitung sejak tanggal penyerahan) uang pangkal dan iuran tersebut belum perlu dibayar.

5.3. Kewajiban Pengusaha Pembangunan Perumahan dan Permukiman.
1) sebelum melakukan pemasaran perdana perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman wajib melaporkan kepada Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dengan tembusan kepada Menteri Negara Perumahan Rakyat.

Laporan tersebut harus dilampiri dengan antara lain :

a. salinan surat persetujuan izin prinsip;
b. salinan surat keputusan pemberian izin lokasi;
c. bukti pengadaan dan pelunasan tanah;
d. salinan surat izin mendirikan bangunan;
e. gambar denah pertelaan yang telah mendapat pengesahan dari Pemerintah Daerah setempat;

Kalau dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal yang tercantum dalam tanda terima laporan tersebut belum mendapat jawaban dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan, maka penawaran perdana tersebut dapat dilaksanakan.

2) menyediakan dokumen pembangunan perumahan antara lain :
a. sertifikat hak atas tanah;
b. rencana tapak;
c. gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batas secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun;
d. gambar rencana struktur beserta, perhitungannya;
e. gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
f. gambar rencana jaringan dan instalasi beserta perlengkapannya.
3) menyelesaikan bangunan sesuai dengan standar yang telah diperjanjikan;
4) memperbaiki kerusakan yang terjadi dalam jangka waktu 100 (seratus) hari setelah tanggal ditanda tangani berita acara penyerahan satuan rumah susun, dari pengusaha kepada pemesan dengan ketentuan :
(a) tanggung jawab pengusaha tersebut dibatasi oleh desain dan spesifikasi satuan rumah susun;
(b) kerusakan-kerusakan yang terjadi bukan disebabkan kesalahan pembeli.
5) bertanggung jawab terhadap adanya cacat tersembunyi yang baru dapat diketahui di kemudian hari;
6) menjadi pengelola sementara rumah susun sebelum terbentuk perhimpunan penghuni dan membantu menunjuk pengelola setelah perhimpunan penghuni terbentuk;
7) mengasuransikan pekerjaan pembangunan tersebut selama berlangsungnya pembangunan;
8) jika selama berlangsungnya pembangunan terjadi force majeur (keadaan kahar) yang diluar kemampuan para pihak, Pengusaha dan Pembeli akan mempertimbangkan penyelesaiannya sebaik-baiknya dengan dasar pertimbangan utama adalah dapat diselesaikannya pembangunan satuan rumah susun;
9) menyiapkan akta jual beli satuan rumah susun kemudian bersama-sama dengan pembeli menandatangani akta jual belinya dihadapan Notaris/PPAT pada tanggal yang ditetapkan. Kemudian Perusahaan Pembangunan Perumahan dan Permukiman dan/atau Notaris/PPAT yang ditunjuk akan mengurus agar pembeli memperoleh sertifikat hak milik atas satuan rumah susun atas nama pembeli dan biayanya ditanggung oleh pembeli.
10) menyerahkan satuan rumah susun termasuk fasilitas umum dan fasilitas sosial secara sempurna pada tanggal yang ditetapkan, dan jika pengusaha belum dapat menyelesaikan pada waktu tersebut diberi kesempatan menyelesaikan pembangunan tersebut dalam jangka waktu 120 (seratus dua puluh) hari kalender, dihitung sejak tanggal rencana penyerahan rumah susun tersebut.

Apabila ternyata masih tidak terlaksana sama sekali, maka perikatan jual beli batal demi hukum, dan kebatalan ini tidak perlu dibuktikan atau dimintakan Keputusan Pengadilan atau Badan Arbitrase, kepada perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman diwajibkan mengembalikan pembayaran uang yang telah diterima dari pembeli ditambah dengan denda dan bunga setiap bulannya sesuai dengan suku bunga bank yang berlaku.

5.4. Kewajiban Pemesan
1) Menyatakan bahwa pemesan (calon pembeli) telah membaca, memahami dan menerima syarat-syarat dan ketentuan dari surat pesanan dan pengikatan jual beli serta akan tunduk kepada syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan anggaran dasar Perhimpunan Penghuni, dan dokumen-dokumen lain terkait, serta bahwa ketentuan dari perjanjian-perjanjian dan dokumen-dokumen tersebut mengikat pembeli;
2) setiap pemesan setelah menjadi pembeli satuan rumah susun wajib membayar biaya pengelolaan (management fee) dan biaya utilitas (utility charge) dan jika terlambat pembayarannya dikenakan denda yang besarnya disesuaikan dengan keputusan Perhimpunan Penghuni;
3) Yang menjadi tanggung jawab pemesan meliputi :
(a) biaya pembayaran akta-akta yang diperlukan
(b) biaya jasa PPAT untuk pembuatan akta jual beli satuan rumah susun;
(c) biaya untuk memperoleh Hak Milik atas satuan rumah susun, biaya pendaftaran jual-beli atas satuan rumah susun (biaya pengalihan hak milik atas nama) di Kantor Badan Pertanahan setempat;
4) Setelah akta jual-beli ditanda tangani tetapi sebelum sertifikat hak milik satuan rumah susun diterbitkan oleh Kantor Badan Pertanahan setempat :
(a) jika satuan rumah susun tersebut ialihkan kepada pihak ketiga dikenakan biaya administrasi yang ditetapkan oleh perusahaan pembangun dan perumahan dan permukiman, yang besarnya tidak lebih dari 1 % dari harqa jual.
(b) jika satuan rumah susun tersebut dialihkan kepada pihak anggota keluarga karena sebab apapun juga termasuk karena pewarisan menurut hukum dikenakan biaya adminstrasi untuk Notaris/PPAT yang besarnya sesuai dengan ketentuannya.
5) Sebelum lunasnya pembayaran atas harga jual satuan rumah susun yang dibelinya, pemesan tidak dapat mengalihkan, atau menjadikan satuan rumah susun tersebut sebagai jaminan utang tanpa persetujuan tertulis dari perusahaan pembangunan perumahan dan permukiman.

PENYELESAIAN PERSELISIHAN.

Penyelesaian perselisihan yang terjadi sehubungan dengan perjanjian jual beli pendahuluan satuan rumah susun dilakukan melalui arbitrage yang ditetapkan sesuai dengan aturan-aturan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan biaya ditanggung renteng oleh para pihak.

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT

Ir. Akbar Tandjung

Kontributor