Selasa, 08 Juli 2008

Tip Yuridis Membeli Rumah

Konsumen perumahan di Indonesia seolah tak berdaya menghadapi tingkah laku pengembang (developer) yang merugikannya. Buktinya, sudah ribuan orang yang menjadi korban perumahan fiktif. Pada perumahan tidak fiktif pun konsumen juga sering kali tak berdaya. Konsumen dirugikan, misalnya karena penyerahan rumah yang tak sesuai jadual atau spesifikasi rumah yang tak sesuai dengan janji.

Benarkah posisi konsumen begitu lemah? Sebenarnya tidak. Jika konsumen menyadari dan mau menegakan hak-haknya, posisi konsumen malah sangat kuat. Apalagi mau menggalang kekuatan sesama konsumen, posisinya bisa semakin kuat. Mengapa? Pengembang sebenarnya sangat tergantung pada konsumen. Soalnya, pengembang telah mengeluarkan biaya yang besar untuk perizinan, pembebasan lahan, pembangunan, pemasaran dan lain-lainnya. Apalagi, jika untuk semua keperluan tersebut mereka menggunakan dana perbankan, maka biaya bunganya tentulah tidak sedikit.

Dalam keadaan seperti itu, jika pengembang beritikad tidak baik pada konsumen dan konsumen bereaksi keras apalagi bersama-sama, maka hal itu sangat merepotkan pengembang baik secara materil maupun non materil. Karena itu adalah keliru kalau dikatakan lemahnya posisi konsumen disebabkan tidak seimbangnya antara permintaan dengan persediaan rumah. Hal ini hendaknya menjadi pertimbangan bagi konsumen untuk memperkuat posisi tawarnya.

Uraian berikut adalah hal-hal yang perlu diwaspadai konsumen jika melakukan transaksi rumah. Dalam praktek biasanya transaksi dilakukan dalam dua tahap. Pertama, transaksi pada saat pemesanan yang biasa dilakukan pada saat launching atau pameran perumahan. Konsumen mendapat penjelasan secara lisan dari pengembang atau agen pemasarannya. Jika tertarik konsumen diminta menandatangani draf surat pesanan. Dalam surat pesanan tersebut ada klausula bahwa bila konsumen tidak menandatangani PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) sesuai jadual, maka uang pesanan (booking fee) akan hangus. Padahal, ketika menjelaskan pada saat launching atau pameran, pengembang/agen pemasarannya tak pernah memperlihatkan draf PPJB tersebut.

Pada saat ini, sering aspek-aspek hukum diabaikan kedua belah pihak. Yang dibicarakan hanyalah masalah harga, diskon, lokasi, bentuk fisik bangunan. Pada tahap ini pengembang/agen pemasarannya juga selalu mengobral janji-janji indah tentang perumahan yang dipasarkan. Dalam praktek janji-janji menggiurkan tersebut acapkali tak seindah malah bertolak belakang dengan kenyataanya di kemudian hari. Untuk itu, sebaiknya konsumen sebelum menandatangani surat pemesanan, meminta pengembang/agen pemasarannya untuk mencantumkan secara tertulis janji-janji tersebut pada surat pemesanan, lalu menandatanganinya. Kalau perlu ditambah klausula-klausula yang mengamankan posisi konsumen secara hukum.

Kedua, transaksi pada saat penandatanganan PPJB. Konsumen perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut sebelum menandatangani PPJB:

  1. Komparisi perjanjian, yaitu para pihak yang akan menandatangani PPJB. Apakah badan hukum PT pengembang itu telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman? Hal ini penting sehubungan dengan pertanggungjawabannya bila PT itu bubar atau pailit. Lalu apakah direktur yang menandatangani itu telah mendapat persetujuan dari komisaris perseroan, atau bila diwakilkan oleh orang lain selain direksi, harus mendapat kuasa dari direksi.
  2. Premis, yaitu penjelasan awal mengenai perjanjian. Harus ditegaskan bahwa pengembang telah memiliki/mengusai lahan tersebut secara sah dan tidak dalam keadaan dijaminkan. Lalu pengembang telah mendapatkan izin-izin yang diperlukan untuk proyek tersebut, sesuai dengan SK Menpera (atau peraturan yang sedang berlaku sekarang) tentang PPJB rumah.
  3. Isi PPJB yaitu: harga jual dan biaya-biaya lain yang ditanggung konsumen, tanggal serah terima fisik yang tidak boleh melebihi 18 bulan sejak pembayaran pertama, denda keterlambatan bila pengembang terlambat melakukan serah terima fisik kepada konsumen, spesifikasi bangunan dan lokasi, hak konsumen untuk membatalkan perjanjian, bila pengembang lalai akan kewajibannya dengan pembayaran kembali seluruh uang yang telah disetor oleh konsumen berikut denda-dendanya, sebagaimana pengembang membatalkan perjanjian bila konsumen lalai melaksanakan kewajibannya. penandatangan akta jual beli haruslah ada kepastian tanggalnya dan denda bila terjadi keterlambatan penandatangan tersebut. Sehingga tidak hanya keterlambatan serah terima fisik yang didenda dan masa pemeliharaan 100 (seratus) hari sejak tanggal serah terima.

Hal lain yang perlu diperhatikan konsumen adalah pada saat serah terima fisik. Rumah yang diserahkan harus cocok spesifikasinya dengan yang ada di dalam PPJB. Jika tidak sesuai, maka hak konsumen untuk tidak menandatangani berita acara serah terima tersebut, sebelum pengembang menyelesaikannya.

Penulis, konsultan hukum properti dan Direktur Lembaga Advokasi Konsumen Perumahan dan Pemukiman Rakyat.



Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Tidak ada komentar:

Kontributor