Rabu, 23 April 2008

Negara kehilangan Rp100 milair per tahun dari satu lokasi rusun

Senin, 07/04/2008 20:09 WIB

Negara kehilangan Rp100 miliar per tahun dari satu lokasi rusun

oleh : Dewi Astuti

JAKARTA (Bisnis): Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (APERSSI) menduga negara kehilangan potensi pendapatan sektor pajak sedikitnya Rp100 miliar per tahun dari satu lokasi rumah susun (rusun) di Tanah Air.

Hal itu akibat dari fenomena ketidaktransparanan informasi oleh pengembang yang menghambat akses penghuni kepada laporan keuangan mengenai pendapatan dari pengelolaan rusun.

“Kami perkirakan potensi kehilangan pajak negara lebih dari Rp100 miliar di satu lokasi rusun. Di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi (Jabotabek) ada sekitar 170 blok rusun, baik hunian dan niaga. Bisa dibayangkan berapa kerugian negara,” ujar Ibnu Tadji, Ketua Umum APERSSI, di sela-sela dengar pendapat mengenai Upaya Perlindungan Hak Asasi Manusia Penghuni Rusun bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), hari ini.

Potensi kehilangan pendapatan pajak itu, kata Ibnu, berasal dari pajak langsung dan tidak langsung di antaranya pajak sewa 10%, penggunaan antena, iklan, dan parkir. Informasi mengenai aliran pendapatan dari jenis-jenis pajak itu tidak dapat diakses oleh penghuni.

Keterbatasan akses informasi ini, lanjutnya, banyak terjadi ketika Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) yang dibentuk di suatu rusun berasal dari pihak pengembang sendiri.

Padahal, berdasarkan UU No.16/1985 tentang Rumah Susun pasal 19, PPRS� merupakan badan yang wajib dibentuk di setiap rusun oleh penghuni dan keangotaannya berasal dari mereka.

PPRS ini berfungsi untuk mengurus kepentingan bersama yang berhubungan dengan pemilikan, penghunian, dan pengelolaan bagian, benda, dan tanah bersama.

Di antara rusun yang PPRSnya tidak transparan, ungkapnya, antara lain Apartemen Bumimas, Apartemen Mediterania Palace Residences Kemayoran, Lagoon Residences Kemayoran, Lagoon Residences Kemayoran, ITC Roxy Mas, dan Grand ITC Permata Hijau.

“Masih banyak lagi. PPRS di sana melakukan tugas dengan cara absolut, sewenang-wenang, dan tidak transparan dengan tidak menyampaikan laporan pemasukan dan pengeluaran keuangan PPRS dari hasil pengelolaan rusun,”

Untuk menindaklanjuti dugaan tersebut, APERSI mengharapkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dapat mengambil langkah yang lebih aktif untuk melakukan audit laporan keuangan setiap pengembang rusun secara menyeluruh, karena kewenangan ada di tangan mereka.

“Para penghuni (melalui PPRS) seharusnya bisa dijadikan kepanjangan tangan terhadap akuntabilitas dan transparansi keuangan dari masing-masing rusun di seluruh Indonesia sehingga pekerjaan Ditjen Pajak menjadi ringan,” tambahnya. (dj)

bisnis.com

http://web.bisnis.com/sektor-riil/properti/1id52699.html

Tidak ada komentar:

Kontributor