Sabtu, 26 April 2008

Kenaikan "Service Charge" Masih Wajar

http://www.suarapembaruan.co.id/News/2006/03/14/Jabotabe/jab01.htm

JAKARTA - Kuasa hukum pengelola Apartemen Bumimas, Syamsul Arif mengatakan, kenaikan tarif service charge yang dikenakan kepada para penghuni apartemen itu, masih wajar karena hal itu merupakan upaya peningkatan pelayanan.
"Itu bukan pemerasan oleh pengembang," katanya menjawab pernyataan para penghuni Apartemen Bumimas, melalui organisasi Pengurus Perhimpunan Penghuni Apartemen (Pembaruan, 13/3). Dikatakan, kenaikan itu didasarkan pada adanya perubahan luas hunian dalam hitungan saat ini, yang memerlukan penyesuaian biaya perawatan gedung. "Jadi, kenaikan biaya itu didasarkan realitas kebutuhan biaya dan untuk kepentingan penghuni," ujarnya. Syamsul juga membantah kalau organisasi perhimpunan bentukan manajemen merupakan kaki tangan pengembang. Sebab, pembentukannya melibatkan semua pemilik atau penghuni apartemen. "Kami telah mengajak mereka dalam pemilihan pengurus. Ada dari mereka yang masuk struktur perhimpunan," katanya. Sementara itu, salah se- orang pemilik apartemen Bumimas, Sri Redjeki Soetrisno mengatakan, dalam rapat anggota, suara pemilik unit sudah dikebiri terlebih dahulu sehingga keputusan yang diambil pun lebih menyuarakan kepentingan manajemen, yang memang menaruh orang-orangnya di Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) Bumimas. Di apartemen yang mulai beroperasi sejak 1997 itu, memang ada pemilik berbadan hukum yang menguasai beberapa unit apartemen atas nama perusahaan tertentu.

Manipulasi

Sementara itu, Ketua PPRS ITC Roxy Mas, Kent Wijaya menolak tudingan manipulasi dokumen kepemilikan yang dilontarkan sejumlah pemilik unit ITC Roxy Mas. Menurut Kent, kasus ini sudah diputuskan pengadilan dan gugatan para pemilik unit ditolak Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Namun, Kent menolak berbicara lebih jauh. Ia meminta Pembaruan untuk meminta putusan hukum atas kasus ini ke PN Jakarta Pusat, dan menghubungi pengacara PPRS ITC Roxy Mas, Zulfahmi. Sayangnya, Pembaruan yang berulang kali menghubungi Zulfahmi, ternyata telepon selulernya selalu tidak aktif. Salah seorang pemilik unit ITC Roxy Mas, Agus Tanjung mengungkapkan, para pemilik unit akan mengajukan banding atas putusan PN Jakarta Pusat. Mereka masih berharap keadilan akan berpihak pada mereka. Menurut Agus, mereka memiliki bukti kuat manipulasi data dan sejarah dokumen kepemilikan unit ruko dan apartemen di ITC Roxy Mas. Menurut Agus, dengan cara-cara mereka, pengembang ITC Roxy Mas telah merampas hak kepemilikan atas tanah para pemilik unit. Pada tanggal 8 Juli 2005, pihak Duta Pertiwi, sebagai pengembang, telah menyerahkan aset kepemilikan atas bagian bersama (seperti dinding unit apartemen), benda bersama (seperti fasilitas umum dan fasilitas sosial), dan tanah bersama. Penyerahan itu didasarkan atas penyerahan sertifikat oleh Duta Pertiwi tanggal 1 Juni 1999 silam. Dan proses penyerahan dilakukan di depan notaris dan dibuatkan berita acaranya. Namun anehnya, pengurus PPRS ITC Roxy Mas, tidak menindaklanjuti dokumen itu sebagaimana mestinya. Puncaknya, pada saat pengajuan perpanjangan hak guna bangunan, yang jatuh tempo 10 Mei 2005, pengurus hanya menyertakan sertifikat induk dan kembali ke dokumen awal sebelum serah-terima kepemilikan pada pemilik unit itu. "Mereka telah menghilangkan bukti sejarah dokumen yang ada, sehingga saat ini kami kehilangan hak atas tanah bersama di ITC Roxy Mas," ujar Agus. Agus mengeluh, karena akibat aksi muslihat pengembang, mereka kesulitan berurusan dengan lembaga keuangan karena kepemilikan unitnya tidak jelas. "Hal itu jelas-jelas berdampak pada hilangnya kesempatan kami untuk mengembangkan bisnis kami," ujarnya. Lebih jauh Ia mengatakan, apa yang mereka perjuangkan ini, bukan hanya menyangkut persoalan mereka saja, namun hasil perjuangan itu nanti akan menjadi preseden bagi semua pemilik unit apartemen, kios, dan ruko di Jabodetabek. "Kami hanya ingin praktik-praktik pemerasan yang dilakukan 'pengembang hitam' bisa dihentikan. Hal ini akan berdampak luas bagi perekonomian nasional saat ini dan ke depan," kata Agus. Jika praktik seperti itu dibiarkan, tidak akan ada lagi orang yang bersedia membeli unit apartemen, ruko, ataupun kios. Lebih jauh tentu berdampak buruk bagi perekonomian, di Jabodetabek khususnya. Praktik kotor yang dilakukan segelintir pengembang juga akan mencoreng kredibilitas pengembang lainnya yang selama ini berlaku jujur. Salah seorang pemilik unit ITC Mangga Dua, Ginting sependapat dengan Agus Tanjung. Menurutnya, sudah saatnya para pengembang tertentu menghentikan aksi mereka menjadikan pemilik apartemen, kios, dan ruko sebagai sapi perah. "Aksi-aksi semacam itu juga menyebabkan adanya biaya ekonomi tinggi karena besarnya berbagai pungutan yang tidak wajar," ujarnya. Untuk itu, mereka berharap, Pemprov DKI turun tangan untuk menertibkan praktik para pengembang hitam yang meresahkan itu. (L-11)

Tidak ada komentar:

Kontributor