Selasa, 29 April 2008

Dinamika pembentukan perhimpunan penghuni apartemen




Back to City mungkin satu di antara sekian banyak kiat promosi apartemen di Jakarta. Sebagai kota metropolitan, keterbatasan lahan merupakan masalah di Ibu Kota.

Karena itu, keberadaan rumah susun yang giat dipromosikan pengembang ikut menyukseskan program pemerintah mendorong penduduk perkotaan seperti Jakarta untuk tinggal di hunian vertikal.

UU No. 16/1985 dan PP No. 4/1988 tentang Rumah Susun merupakan dasar hukum bagi pengembangan rumah susun/apartemen di Indonesia. Pasal 19 UU No. 16/1985 mewajibkan penghuni rumah susun membentuk perhimpunan penghuni, tepatnya Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS), a.l. untuk mengurus kepentingan bersama yang berhubungan dengan pemilikan, penghunian, dan pengelolaan 'bagian', 'benda', dan 'tanah' bersama.

Sebelum PPRS terbentuk, pengembang bertindak sebagai PPRS Sementara untuk kemudian membantu penyiapan terbentuknya perhimpunan penghuni yang sebenarnya, dengan pengurus yang berasal dari penghuni sendiri, dipilih oleh penghuni, dan bekerja untuk kepentingan penghuni.

Berbeda dengan di luar negeri, dalam praktiknya di Indonesia, setelah unit rumah susun diserahterimakan ke pembeli, pengembang seringkali masih berusaha dengan segala cara untuk selamanya bertindak sebagai pengelola. Padahal, peraturan perundangan yang berlaku telah membatasi masa transisi sejak terbentuknya PPRS penghuni dalam kurun waktu tiga bulan sampai satu tahun.

Hal ini dilakukan antara lain dengan menghambat pembentukan PPRS, membentuk PPRS yang notabene berisikan oknum-oknum titipan pengembang, termasuk memperlambat proses pengurusan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun (SHM-SRS).

Kasus MLR

Terlepas dari berbagai kendala teknis dan nonteknis, pembentukan PPRS di Mediterania Lagoon Residences (MLR) pada 22 September 2007 mungkin merupakan satu di antara sedikit Perhimpunan yang berhasil dibentuk atas inisiatif penghuninya. PPRS yang ada saat ini umumnya tidak lain perpanjangan tangan dari pengembang, sehingga maknanya sebagai Perhimpunan Penghuni Rumah Susun sebagaimana dimaksud oleh undang-undang seakan-akan telah berubah menjadi Perhimpunan Pengusaha Rumah Susun.

Apartemen MLR yang dibangun pada 2004 diserahterimakan kepada pembeli/pemilik sejak Juni 2006. Wacana pembentukan PPRS-MLR bergulir sejak awal Juli 2007, dimulai dengan beberapa kali pertemuan ramah tamah di antara penghuni, badan pengelola, dan perwakilan pengembang, termasuk acara barbeque bersama di Gazebo MLR atas inisiatif penghuni.

Bertepatan dengan bulan suci Ramadan lalu, pembentukan PPRS MLR diawali dengan buka puasa bersama dan ramah tamah di antara penghuni dan undangan. Pembentukan PPRS MLR yang digelar di Club-House Spring Hill Golf Residences, Kemayoran, dimulai dengan rapat pembentukan dan dilanjutkan dengan Pembentukan Pengurus Perhimpunan dan Pengesahan AD/ ART Perhimpunan.

Pembentukan PPRS-MLR dimaksudkan agar tercipta hubungan yang lebih kondusif, transparan, dan akuntabel berkaitan dengan pengelolaan MLR. Dengan terbentuknya PPRS-MLR, pengembang diharapkan menjadi lebih tanggap dan dapat bekerja sama dengan para penghuni lewat perhimpunan, sehingga memberi nilai tambah bagi para pemilik/penghuni khususnya, dan Apartemen MLR umumnya.

Dengan terbentuknya PPRS-MLR tentu memudahkan koordinasi dengan pengembang dalam mengkomunikasikan mengenai status hak atas tanah, perkembangan pengurusan sertifikat SHM-SRS, transparansi perhitungan IPL dan Sinking Fund, serta tagihan air dan listrik.

PPRS-MLR dibentuk berkat bantuan dan kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk yang juga hadir menyaksikan rangkaian rapat pembentukan, adalah Deputi Menpera bidang Perumahan Formal Zulfi Syarif Koto, anggota Komisi D DPRD DKI Wilson Sirait, kalangan pers, aparat terkait, Pengurus Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (Aperssi) dan PPRS Apartemen lain, serta para pemilik/penghuni yang sadar terhadap arti penting perhimpunan penghuni dari, oleh dan untuk penghuni.

Undangan rapat lainnya adalah developer PT Karunia Abadi Sejahtera (Agung Podomoro Group), Kepala Dinas Perumahan DKI Jakarta, Ketua Direksi DP3KK Kemayoran, camat, dan Lurah Kemayoran.

Back to City dan promosi hunian vertikal akan sukses bila para shareholders dan stakeholders menyadari batas-batas hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing. Sebagaimana sudah tertata baik di negara tetangga, seperti Singapura, hunian vertikal di Jakarta bukan lagi milik si 'super kaya' atau si 'menengah bawah'.

Fenomena ke depan, justru kalangan menengah dan berpendidikan yang memiliki karir bagus di tengah metropolitan merupakan target pasar yang paling potensial. Kalangan menengah dan terpelajar ini cukup kritis dan sangat memahami makna time value of money dalam berinvestasi.

Dinamika pembentukan PPRS hanya satu dari sekian bola salju dalam konteks rumah susun/apartemen di Indonesia. Bola salju lainnya yang saat ini menggelinding adalah masalah perjanjian pengikatan jual beli (PPJB), status tanah, dokumen kepemilikan sarusun dan kepemilikan bersama, serta profesionalitas pengelolaan.

Para pengembang yang selama ini masih terkesan tricky tampaknya harus siap mengantisipasi fenomena ini, tentu saja, dengan cara menjaga etika dan profesionalisme dalam berbisnis.



Source : Bisnis Indonesia


Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Tidak ada komentar:

Kontributor