Sabtu, 26 April 2008

Tentang Rumah Susun oleh Ketua APERSSI

Assalamu'alaikum Wr Wb,
Saya Ibnu Tadji, kami dari APERSSI ( Asosiasi Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia ), Saya perkenalkan diri terlebih dahulu :
Saya lulus sarjana Arsitektur Univ. Trisakti 1985, sampai sekarang masih aktif di dunia Konstruksi. saat ini saya menjabat sebagai Ketua Umum APERSSI untuk Periode 2006 - 2009. Visi kami adalah, menciptakan kehidupan aman dan harmonis di Rumah Susun di Indonesia, dan itu akan dapat terwujud bila semua stakeholder Rumah Susun menjunjung tinggi UU dan PP, oleh sebab itu, Misi utama APERSSI adalah menjadi mitra pemerintah dalam mengawal UU dan PP tentang Rumah Susun agar semua stakeholder mendapat jaminan kepastian Hukum.
Pemerintah melalui UU no 16 thn 1985 dan PP no. 4 thn 1988 tentang Rumah Susun mewajibkan Developer untuk :
1. Membantu ( para penghuni )membentuk Perhimpunan Penghuni ( PPRS )
secepatnya. Kata membantu diartikan bahwa operating T, M & E dll agar
diajarkan kepada para pengurus PPRS ( atau calon pengelola yg ditunjuk ) terlebih
dahulu sebelum meninggalkan proyek ( moral obligation ).
2. 3 sampai 12 bulan sejak dibentuk PPRS developer dibebankan kwajiban uang
pengelolaan. Ini dimaksudkan agar Developer segera mengalihkan tanggung jawab
pengoperasian Gedung yang dibangunnya kepada PPRS. Diharapkan dalam tempo
3 bln, PPRS telah dapat menyerap operating T, M & E dengan baik.. Tapi kalau
ternyata dalam pengoperasiannya T, M & E belum berfungsi dengan normal
( misal : Malfunction ), maka Developer diwajibkan tetap memperbaiki ( kalau perlu
mengganti ), sementara biaya operasional gedung tetap menjadi kwajiban
developer.( max sampai dengan 12 bln).
Selama PPRS belum dibentuk, belum ada kwajiban para penghuni untuk membayar iuran pengelolaan. ( kata Service Charge, hanya untuk Rusun Sewa ). Sebab yang akan menentukan besarnya iuran bulanan dan Sinking Fund di Rusun adalah PPRS, didahului dgn perhitungan yang transparan dan akuntable untuk kemudian disetujui oleh Rapat Umum Anggota PPRS. ( idealnya PPRS dibentuk bersamaan dengan penghunian unit2 oleh para pemilik ).
Sehingga dengan demikian, seharusnya saat seperti sekarang, ketika unit akan serah terima kunci, maka untuk mengisi kekosongan PPRS ( sesuai amanat UU, PP dan Per Mendagri), maka Developer akan membentuk PPRS sementara, yang idealnya sudah menyertakan calon penghuni yang punya kapasitas untuk itu. Nah... agar Developer tidak rugi dibebani biaya operasional terus-terusan, maka mereka harus secepatnya membentuk PPRS yang sebenarnya dan mentransfer segala hal yang disyaratkan kepada PPRS yang baru dibentuk dengan dokumen Serah Terima Gedung, sebagaimana layaknya rekan2 menerima kunci, sertifikat dsb.
Dari uraian singkat diatas, kiranya Rekan-rekan di penghuni/ pemilik diharapkan dapat menarik kesimpulan, bahwa tugas Developer adalah, merancang, membangun, menjual dan mentransfer T, M&E beserta dokumen-dokumen penting al : Surat Tanah, Pertelaan, IMB, ILH, asbuilt drawing dsb. dan bukan keterusan lalu mengambil peran sebagai PPRS apalagi menetapkan pengelolaan gedung secara sepihak.
Kalau itu yang terjadi, maka kehidupan di Apartemen manapun akan jauh dari bayangan harmonis. Semoga ada jalan kompromi yang bisa kita terima bersama.
Terima Kasih atas perhatiannya. Wassalam


Ibnu Tadji

Tidak ada komentar:

Kontributor