Minggu, 25 Mei 2008

Jawaban Atas Pertanyaan Seputar Apartemen

Kepada Yth.

Bpk xxxxxxxx

Apartemen Sudirman Park

Atas pertanyaan-pertanyaan yang bapak kirimkan melalui email mengenai Apartemen Sudirman Park, berikut ini saya sampaikan jawaban atas pertanyaan tersebut :

Pertanyaan nomor 1 :

1. Seperti yang kita ketahui status tanah adalah milik PT. SGMS dengan sertifikat HGB, apakah tanah bersama yang berada di dalam kompleks apartemen Sudirman Park akan dilimpahkan ke PPRS yang sudah terbentuk dalam badan hukum? Atau masih tetap dalam bagian dari HGB yang saat ini dimiliki oleh PT SGMS?

Jawab :

Sebelumnya saya jelaskan dulu apa yang dimaksud dengan Hak Guna Bangunan (HGB) berdasarkan Undang-Undang No. 6 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya, jangka waktu tersebut dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Hak guna bangunan dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Yang dapat mempunyai hak guna bangunan adalah : a. Warga negara Indonesia; b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Orang atau badan hukum yang mempunyai syarat-syarat tersebut dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Ketentuan ini berlaku juga terhadap pihak yang memperoleh syarat-syarat tersebut. Jika hak guna bangunan yang bersangkutan tidak dilepaskan atau dialihkan dalam jangka waktu tersebut, maka hak itu hapus karena hukum, dengan ketentuan, bahwa hak-hak pihak lain akan diindahkan, menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Hak guna bangunan terjadi :

  1. mengenai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara : karena penetapan Pemerintah;
  2. mengenai berbentuk otentik antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak lain yang akan memperoleh hak guna bangunan itu, yang bermaksud menimbulkan hak tersebut.

Hak guna bangunan, termasuk syarat-syarat pemberiannya, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan. Pendaftaran dimaksud merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya hak guna bangunan serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak itu hapus karena jangka waktunya berakhir. Hak guna bangunan hapus karena :

  1. jangka waktunya berakhir;
  2. dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi;
  3. dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
  4. dicabut untuk kepentingan umum;
  5. ditelantarkan;
  6. tanahnya musnah;
  7. orang atau badan hukum yang dalam jangka waktu 1 tahun harus melepaskan atau mengalihkan hak itu kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Maka apabila HGB yang bersangkutan tidak dilepaskan, hak tersebut hapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain akan diindahkan.

Perlu diketahui, bahwa HGB yang telah diperpanjang dan berakhir jangka waktunya, HGB tersebut dapat diperbaharui. Jadi bukan berarti HGB hanya dapat diperoleh maksimal selama 50 tahun. Tetapi apabila tidak diperbaharui maka tanah tersebut kembali menjadi tanah negara.

Selanjutnya mari kita lihat mengenai siapakah pihak-pihak yang berhak atas HGB tersebut.

Bahwa sejak didirikannya PPRS yang sah, maka berdasarkan Undang-Undang PPRS tersebut menjadi Subjek hukum /Badan Hukum. (Vide Pasal 19 ayat (2) UU 16/1985 jo. Pasal 54 ayat (3) PP 4/1988)

Tentang kepemilikan, baik status kepemilikan atas tanah maupun hak milik atas satuan rumah susun, Pasal 19 ayat (3) UU No. 16/1965 tentang Rumah Susun menyebutkan :

“Perhimpunan penghuni sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berkewajiban untuk mengurus kepentingan bersama para pemilik dan penghuni yang bersangkutan dengan pemilikan dan penghuniannya.”

Jo. Pasal 54 ayat (1) PP No. 4/1988 menyebutkan, bahwa :

“Para penghuni dalam suatu lingkungan rumah susun baik untuk hunian maupun bukan hunian wajib membentuk perhimpunan penghuni untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian, dan pengelolaannya.”

Pendapat Hukum :

Berdasarkan UU Pokok Agraria dihubungkan dengan UU maupun PP tentang Rumah Susun, maka secara sah bahwa sejak terbentuknya PPRS, status HGB yang sebelumnya atas nama pengembang/developer berpindah haknya menjadi HGB milik PPRS. Oleh karena itu PPRS dapat mem-balik nama sertifikat HGB tersebut melalui instansi yang berwenang (BPN). Akan tetapi apabila PPRS tidak mau susah dalam pengalihan hak tersebut (karena membutuhkan biaya juga) bisa saja penyerahan hak tersebut hanya berdasarkan surat pengalihan hak di bawah tangan saja yang kemudian di akta notarilkan. Kemudian barulah apabila jangka waktu berlakunya HGB habis, yang melanjutkan HGB tersebut jelas atas nama PPRS.

Pertanyaan no. 2:

2. Bagaimana dengan status tanah bersama setelah melewati periode waktu selama 30 tahun? Siapa yang akan perpanjang HGB-nya ? PPRS kah? Pengembang kah?

Jawab :

Jelas yang memperpanjang dan yang berhak atas status HGB selanjutnya adalah PPRS. Tentunya mengenai syarat-syarat administratif pengurusannya memerlukan surat-surat dari Pengembang juga sebagai bukti-bukti.

Pertanyaan no. 3 :

3. Berikut adalah list UU, PP dan Kepmen yang kami kumpulkan, apakah masih ada peraturan lain yang belum kami ketahui?

  1. UU No.16 Tahun 1985
  2. PP No.4 Tahun 1988
  3. PP No.3 Tahun 1992 Tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah Tentang Rumah Susun oleh Menteri Dalam Negeri
  4. Keputusan Mentri Perumahan Rakyat No.11/KPTS/1994 tanggal 17-11-1995
  5. Keputusan Mentri Perumahan Rakyat 06/KPTS/BKP4N/1995 Tentang Pedoman Pembuatan Akte Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni Rumah Susun

Jawab :

Peraturan yang berhubungan dengan rumah susun, selain berkaitan dengan aturan-aturan yang tersebar mengenai pertanahan, bangunan juga terkait dengan pemukiman. Aturan nya tentunya berdasarkan hierarki perundang-undangan dari yang paling tinggi yakni UUD, Tap MPR, UU sampai keperaturan-peraturan yang paling bawah sebagai aturan pelaksanaannya. Antara lain :

- Undang-Undang No. 6 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

- UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;

- PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

- Permendagri No. 14 Tahun 1975 tentang Pendaftaran Hak Atas Tanah Kepunyaan Bersama dan Pemilikan Bagian-Bagian Bangunan yang ada di atasnya serta Penerbitan sertifikatnya;

- Permendagri No. 4 Tahun 1977 tentang Penyelenggaraan Tata Usaha Pendaftaran Tanah mengenai Hak Atas Tanah yang dipunyai bersama dan pemilikan bagian-bagian bangunan yang ada di atasnya,

- Permendagri No. 10 Tahun 1983 tentang Tata Cara Permohonan dan Pemberian Izin Penerbitan Sertifikat Hak Atas Tanah Kepunyaan Bersama yang Disertai dengan Pemilikan Secara Terpisah Bagian-Bagian pada Bangunan Bertingkat;

- Permendagri No. 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Penyediaan dan Pemberian Tanah untuk Keperluan Perusahaan;

- Permendagri No. 3 Tahun 1987 tentang tatacara penyediaan dan perolehan tanah untuk pembangunan pada umumnya;

- Peraturan Kepala BPN No. 2 Tahun 1989 tentang bentuk serta tata cara pengisian serta pendaftaran Akta Pemisahan Rumah Susun;

- Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1989 tentang tata cara pembuatan buku tanah dan penerbitan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun;

- Instruksi Presiden No. 5 Tahun 1990 tentang Peremajaan Pemukiman Kumuh yang berada di atas Tanah Negara;

- Surat Edaran No. 04/SE/M/1/1993 tanggal 7 Januari 1993 kepada para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Daerah Tingkat II untuk melaksanakan Pedoman Umum Penanganan terpadu Perumahan dan Pemukiman Kumuh;

- Dll.

Untuk selanjutnya akan saya kumpulkan /listnya lebih banyak lagi dari aturan yang paling tinggi sampai terendah yang berkaitan dengan pelaksanaan-pelaksanaan mengenai rumah susun, sesuai dengan kebutuhan kasusnya.

Pertanyaan nomor 4 :

4. Sesuai dengan Pasal 9 ayat 2 di UU No 16 tahun 1985, SHMASRS terdiri dari 3 komponen:

a. Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur atas Hak Tanah Bersama menurut ketentuan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960;

b. Gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan, yang menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki;

c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian-bersama, benda bersama dan tanah-bersama yang bersangkutan

Kenapa pengembang tidak memberikan ke konsumen komponen yang nomor 3? Bagaimana caranya mereka memanipulasi komponen nomor 3 ini sampai bisa-bisanya mereka tidak memberikan komponen nomor 3 ke konsumen. Apakah Mas Virza punya contoh berkas mengenai komponen nomor 3 ini?

Jawab :

Pertelaan yang merupakan suatu penunjukan batas masing-masing satuan rumah susun (unit/lot), bagian bersama, benda bersama, tanah bersama beserta nilai perbandingan proporsionalnya dalam bentuk gambar dan uraian. Pertelaan selalu disusun /dibuat oleh developer dan harus disahkan oleh instansi yang berwenang dalam hal ini adalah pemerintah daerah tempat bangunan berada. Untuk sampai pada tahap pengesahan harus dilalui suatu proses. Secara umum proses pengesahan pertelaan biasanya berlangsung sebagai berikut :

1. Developer mengajukan permohonan secara tertulis melalui kepala kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) kepada Gubernur Kepala Daerah.

2. Berkas permohonan itu biasanya dilampiri dengan :

a. pertelaan rumah susun yang bersangkutan;

b. izin mendirikan bangunan (IMB);

c. salinan sertifikat tanah bersama.

3. setelah menerima berkas permohonan, kepala kantor wilayah BPN akan mengundang instansi yang terkait untuk membahas permohonan ini. Instansi terkait yang dimaksud dalam hal ini : Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas Perumahan, Biro Hukum Pemerintah Daerah, Asisten Bidang Pemerintahan. Berdasarkan penelitian instansi terkait itu disusunlah Surat Keputusan Pengesahan Pertelaan yang akan diajukan kepada Wakil Gubernur bidang Pemerintahan untuk mendapatkan pengesahan dengan menandatangani surat keputusan dimaksud.

Selanjutnya Developer wajib mengajukan akta pemisahan sebagaimana tata caranya diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1989.

Pendapat Hukum :

Menurut Pendapat saya sepanjang tidak diperjanjikan antara Penghuni/konsumen dengan pihak developer bahwa pertelaan dan akta pemisahan tersebut harus diberikan kepada konsumen/penghuni sebelum keluarnya SHMARS, hal tersebut adalah sah-sah saja. Karena proses tersebut merupakan kewajiban Developer dan pengesahannya oleh instansi yang berwenang. Hingga pada akhirnya komponen tersebut akan terlihat secara jelas di dalam SHMARS. Berani sekali bila Developer bersama Instansi yang berwenang sampai memanipulasi pertelaan dan akta pemisahan? Apabila ada manipulasi, tanggungjawab penuhnya berada pada instansi yang berwenang dan merupakan tindak pidana. Berikut proses akta pemisahan :

  1. Permohonan pengesahan diajukan secara tertulis oleh developer dengan melampirkan berkas :

a. akta pemisahan;

b. pertelaan yang sudah mendapat pengesahan gubernur.

  1. Kepala Kantor wilayah BPN atas dasar permohonan itu melakukan penelitian ada tidaknya penyimpangan secara prinsip hal-hal yang ada dalam pertelaan;
  2. sekiranya tidak diketemukan adanya penyimpangan pada pertelaan, maka pengesahan akan dilakukan oleh wakil gubernur di bidang pemerintahan dengan menandatangani langsung pada akta pemisahan, pada kolom yang tersedia.

Apabila diperlukan, saya dapat memberikan contoh pertelaan dan akta pemisahaan salah satu rumah susun di jakarta.

Pertanyaan nomor 5 :

5. Apakah ada buku referensi yang dapat kami baca mengenai rumah susun?

Jawab :

Salah satunya buku :”CONDOMINIUM DAN PERMASALAHANNYA, oleh Arie S. Hutagalung

Pertanyaan Nomor 6 :

6. Bagaimana persyaratan untuk mengikuti rapat PPRS, apakah pemilik unit yang belum menerima sertifikat dapat mengikuti rapat tersebut? Adakah dasar hukumya?

Jawab :

Pendapat Hukum :

Berkaitan dengan musyawarah/rapat dan kebebasan berserikat dan berkumpul, bahwa setiap warga negara berhak untuk mengadakan rapat maupun berorganisasi, hal tersebut dijamin oleh undang-undang dasar. Berkaitan dengan rapat, hal tersebut dapat dipersamakan dengan perikatan apabila timbul kesepakatan di dalam rapat tersebut. Setiap perjanjian atau pernyataan yang lahir, mengikat terhadap orang-orang yang terikat dalam perikatan tersebut dan dipersamakan menjadi undang-undang (Pasal 1338 KUHPerdata), selain itu sebagaimana asas “pacta sun servanda”/perjanjian harus ditepati” yang berlaku universal yang secara implisit diatur di dalam KUH Perdata.

Sekalipun SHMASRS belum terbit, bukan berarti rapat-rapat yang diselenggarakan para penghuni tersebut tidak sah. Dasarnya adalah sejak beralihnya “jual beli” maka para penghuni secara sah memiliki atas satuan/unit rumah susun yang dibelinya dari developer, ditambah lagi berdasarkan asas konsensuil sejak adanya kata sepakat maka jual beli telah terjadi. Maka para pembeli tersebut telah sah ber”label” sebagai pemilik/penghuni rumah susun dan berhak mengadakan rapat-rapat untuk mendirikan PPRS.

Akan tetapi ada pendapat berbeda, yang menyatakan bahwa hak milik atas satuan rumah susun lahir atau terjadi sejak didaftarakannya Akta Pemisahan pada kantor Pertanahan setempat dan dibuatkan Buku Tanah untuk tiap Satuan Rumah Susun yang bersangkutan (vide Pasal 39 ayat 5 PP No.4/1988). Dengan belum dilakukannya pengesahan pertelaan serta disahkannya Akta pemisahan oleh Gubernur DKI Jakarta, maka atas unit-unit rumah susun belum dapat penentuan secara final nilai perbandingan proporsional (NPP)-nya. NPP adalah angka yang menunjukkan perbandingan antara Satuan Rumah susun terhadap hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, dihitung berdasarkan luas atau nilai satuan Rumah susun terhadap jumlah luas bangunan atau nilai rumah susun. NPP atas satuan rumah susun mempunyai keterkaitan erat dengan hak suara dari para penghuni rumah susun. Hak suara penghuni rumah susun secara umum terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :

a. Hak Suara Penghunian, hak suara untuk menentukan hal-hal yang menyangkut tata tertib, pemakaian fasilitas, dan kewajiban pembayaran iuran atas pengelolaan dan asuransi kebakaran terhadap hak bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Hak suara dihitung berdasarkan ketentuan setiap pemilik satuan rumah susun diwakili oleh satu suara.

b. Hak Suara Pengelolaan, hak suara untuk menentukan hal-hal yang menyangkut pemeliharaan, perbaikan, dan pembangunan prasarana lingkungan, serta fasilitas sosial, bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Hak suara dihitung berdasarkan NPP dari setiap satuan rumah susun.

c. Hak Suara Pemilikan, hak suara untuk menentukan hal-hal yang menyangkut hubungan antar sesama penghuni satuan rumah susun, pemilihan pengurus perhimpunan penghuni, dan biaya-biaya atas satuan rumah susun. Hak suara dihitung berdasarkan NPP dai setiap Satuan Rumah Susun.

(Vide bagian VII butir 2 Lampiran I Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 06/KPTS/BKP4N/1995 tanggal 26 Juni 1995 jo. Pasal 55 ayat 2 dan ayat 3 PP no. 4/1988).

Dengan demikian dimpulkan bahwa untuk keperluan pembentukan PPRS dan Pemilihan Pengurus PPRS, sesuai dengan ketentuan di atas harus dilakukan dengan Hak Suara Pemilikan dari para Penghuni, yaitu dihitung berdasarkan NPP dari setiap Satuan Rumah Susun yang bersangkutan.

Saran saya apabila ingin membentuk PPRS sebaiknya menunggu telah didaftarkannya Akta Pemisahan pada kantor Pertanahan setempat dan dibuatkan Buku Tanah untuk tiap Satuan Rumah Susun yang bersangkutan (vide Pasal 39 ayat 5 PP No.4/1988). Akan tetapi untuk pengakuan secara de facto, dari sekarang PPRS harus sudah dibentuk. Karena dikhawatirkan tindakan developer yang sewenang-wenang menunda-nunda proses SHMASRS. Secara individu, setiap penghuni berhak untuk mendesak dikeluarkannya SHMASRS, karena penghuni dilindungi oleh UU konsumen dan lihat aturan-aturan dalam PPJB apakah ada pelanggaran dari pihak developer terutama mengenai wanprestasi dikeluarkannya SHMASRS.

Sampai saat ini, karena keterbatasan waktu saya baru bisa memberikan jawaban-jawaban hukum sebagaimana di atas. Untuk selanjutnya apabila ada penambahan-penambahan baru, akan saya sampaikan kembali. Terima kasih.

Hormat saya,

VIRZA ROY HIZZAL, S.H., M.H.





Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Pak, mau tanya nih.
Saya ada rencana mau membeli 1 unit apartement di Medit 2 Tanjung Duren. Nah, untuk memastikan hak milik pemilik sebelumnya, dokumen apa saja yang perlu saya minta lihat dari pemilik sebelumnya?

Kemudian, menurut broker yang menjual, kita tidak perlu ke notaris untuk urus balik nama dkk cukup ke kantor developer saja karena sertifikat belum keluar. Apa benar?

tolong direply jawabannya ke alvapower@yahoo.com ya.


terima kasih banyak sekali atas bantuannya.
Alexander Alva

Kontributor