Rabu, 14 Mei 2008

Kusutnya AJB Apartemen Casablanca Mansion

Rabu, 13/06/2007 18:29
Pengirim: Margaretha Pattihahuan

Kisruhnya proses jual beli apartemen di Indonesia, sebaiknya segera disikapi oleh pemerintah. Kurangnya informasi yang tersedia mengenai prosedur yang harus dilalui, menyebabkan pihak pembeli banyak dirugikan terutama menyangkut apartemen yang dijual sebelum selesai dibangun.

Negara tetangga kita Singapura telah menyederhanakan peraturan dan perundang-undangan mengenai 'strata title' dari dua peraturan (Land Titles (Strata) Act dan Buildings Common Property (Maintenance and Management) Act) menjadi hanya satu peraturan Building Maintenance and Strata Management Act (BMSMA).

Sosialisasi atau guideline atas prosedur juga sangat mudah diperoleh baik melalui internet, agen penjualan maupun instansi-instansi terkait. Sehingga pasar properti di Singapura berkembang sangat pesat, di mana sebagian besar pembeli adalah orang Indonesia.

Sementara itu di Indonesia, kita memiliki tidak kurang dari 7 peraturan mulai dari UU sampai dengan Perda yang mengatur pembangunan rumah susun (rusun), pendaftaran akta pemisahan rusun dan penerbitan sertifikat hak milik atas rusun (SHMASRS), perhimpunan penghuni dan penjualan bangunan rusun yang belum selesai dibangun.

Kami adalah pembeli Apartemen Casablanca Mansion, salah satu apartemen untuk hunian kelas menengah dengan jumlah unit sekitar 600 unit di Jl. Raya Casablanca yang dijual dengan sistim 'strata title' oleh pengembang PT Intersatria Budi Perkasa Mulia.

Memulai penjualan awal Januari 2004, unit mulai ditempati oleh pembeli sejak Maret 2006. Ketidaknyamanan mulai dirasakan bukan hanya dari segi kualitas material bangunan di unit hunian, namun juga pada fasilitas umum seperti lift yang rusak bergantian (terdapat 4 lift umum dan 1 lift barang), kebocoran di area parkir mobil; serta kemampuan pengelolaan gedung yang dipegang oleh pihak pengembang. Keluhan atau komplain terus diajukan secara personal maupun bersama-sama melalui kelompok yang dibentuk untuk mewakili kepentingan pembeli sejak proses serah terima unit oleh pengembang.

Menyadari pentingnya legalitas atas kepemilikan unit, kami segera melengkapi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan pengembang untuk melaksanakan penandatanganan akta jual beli (AJB). Ternyata proses tersebut tidak berjalan dengan mudah. Di luar pajak pembelian (BPHTB) dan setoran PBB, untuk dapat melakukan AJB pengembang menetapkan biaya pemecahan sertifikat, pertelaan, penggantian asuransi kebakaran dan notaris yang sangat tinggi.

Anehnya lagi pengembang tidak menggunakan rekening perusahaan melainkan rekening atas nama Komisaris Utama untuk menerima Pembayaran pajak pembelian (BPHTB) dan PBB, pemecahan sertifikat dan pertelaan.

Setelah melakukan negosiasi pengembang bersedia memenuhi tuntutan kami untuk menurunkan biaya notaris dan pembeli dapat menyetorkan sendiri pembayaran BPHTB dan PBB-nya. Tetapi pengembang menolak permintaan klarifikasi kami atas biaya pemecahan sertifikat dan pertelaan (dengan jumlah 3-4 juta rupiah/unit).

Karena tidak disebutkan dalam PPJB besar biayanya, kami hanya bersedia membayar jika biaya tersebut bisa diverifikasi (contohnya kami bersedia membayar premi asuransi kebakaran).

Dalam proses verifikasi biaya pajak ditemukan kesalahan perhitungan luas tanah bersama untuk 3 tipe unit yang dijual (Peach, Indigo dan Magenta) dengan jumlah sekitar 300 unit. Akibatnya pembeli terbeban biaya pajak yang lebih beasar.

Atas kesalahan tersebut, pihak pengembang tidak mengeluarkan pemberitahuan kepada pembeli atas koreksi yang dilakukan kepada kantor pajak (PBB 2007 masih atas nama pengembang) atau memberikan kompensasi.

Kurangnya informasi atas prosedur pembelian apartemen, menyebabkan banyak pembeli bersedia melakukan pembayaran pajak transaksi jual beli dan penandatanganan AJB tanpa memperhatikan dan memeriksa sertifikat maupun isi AJB.

Setelah pemecahan sertifikat induk menjadi SHMASRS (tertanggal 13 Desember 2006), banyak sertifikat yang dipasang hak tanggungan oleh Bank Bukopin terkait dengan pinjaman modal kerja pengembang untuk konstruksi (tertanggal 28 April 2006) juga untuk unit-unit yang telah lunas (beberapa pembeli telah melakukan pelunasan sekaligus pada tahun 2004 untuk mendapatkan discount yang besar).

Dalam hal ini, pemasangan hak tanggungan seharusnya tidak dilakukan dan pada bulan Desember 2006 sudah dapat dilakukan penandatangan AJB. Sehingga pembeli terhindar dari kenaikan NJOP yang sangat signifikan di tahun 2007.

Proses penghapusan hak tanggungan (roya) selanjutnya menjadi tanggung jawab pengembang untuk diproses ke BPN segera setelah Bukopin melakukan pelepasan hak tanggungan secara bertahap. Penandatanganan AJB seharusnya tidak dilakukan sebelum SHMASRS bersih dari hak tanggungan.

Atas review terhadap draft AJB versi notaris/PPAT yang ditunjuk oleh pengembang, kami mengajukan beberapa perubahan dan klarifikasi terutama yang menyangkut definisi dari strata title atas unit yang diperjualbelikan. Dalam draft tersebut notaris menghilangkan 'bagian bersama' yang merupakan kesatuan daripada strata title di luar kesatuan unit, tanah bersama dan benda bersama.

Karena notaris menolak perubahan tersebut, kami meminta penggantian notaris dan menunjuk notaris lain. Setelah kami mengalah untuk membayar seluruh biaya yang tidak dapat diklarifikasi (pemecahan sertifikat dan pertelaan) agar bisa segera dilakukan penandatanganan AJB, pihak pengembang menyatakan penolakannya (setelah lebih dari 1 minggu dari permintaan penggantian notaris tersebut).

Penunjukan notaris/PPAT adalah juga hak pembeli untuk memberikan persetujuan, karena menyangkut kepercayaan pembeli terhadap proses dan keabsahan dokumen. Oleh karena itu biaya notaris/PPAT dan balik nama sertifikat menjadi
beban pembeli. Penolakan pengembang dalam hal ini sangat tidak relevan.

Dengan semakin seringnya kasus-kasus sengketa tanah pada pembangunan apartemen, kericuhan pembentukan Pengurus Perhimpunan Penghuni dan banyaknya komplain pembeli atas perjanjian jual beli yang tidak 'seimbang' muncul ke permukaan, maka sudah saatnya pemerintah melakukan pembenahan. Kita tentunya tidak mau investasi properti di Indonesia juga akhirnya 'terbang' ke negara tetangga.

Tim Perwakilan Penghuni:
Margaretha Pattihahuan
Apartemen Casablanca Mansion
10#6
Jl. Raya Casablanca Kav. 09
Jakarta 12870
62 21 30037234

(nrl/nrl)



Mari dukung pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun!

Tidak ada komentar:

Kontributor